Radio Solopos — Puasa intermiten atau intermittent fasting adalah metode pengaturan waktu makan yang membatasi jendela makan agar tubuh memasuki kondisi puasa.
Metode ini semakin populer dalam beberapa tahun terakhir sebagai cara alami untuk meningkatkan kesehatan metabolik dan mengatur berat badan.
Dalam wawancara yang dipublikasikan oleh Hindustan Times, belum lama ini, ahli kesehatan metabolik Karan Sarin menekankan bahwa puasa bukan sekadar cara untuk memangkas asupan kalori.
Ia menjelaskan esensi dari puasa intermiten adalah mengatur hormon, khususnya insulin agar tubuh dapat membakar lemak secara efisien.
“Konsep bahwa puasa hanya bekerja karena kita mengonsumsi lebih sedikit kalori adalah keliru. Fokusnya bukan pada angka kalori, melainkan pada bagaimana makanan memengaruhi hormon tubuh, terutama insulin,” ujar Karan seperti dikutip Radio Solopos dari Antara, Rabu (10/9/2025).
Menurutnya, menghitung kalori secara ketat merupakan strategi yang tidak berkelanjutan dan kerap menjadi penyebab utama kegagalan dalam menjalani diet atau puasa.
Ia menambahkan hormon adalah kunci yang menentukan apakah tubuh menyimpan lemak atau menggunakannya sebagai sumber energi.
1. Insulin Tinggi: Hambatan dalam Pembakaran Lemak
Karan menjelaskan diet tinggi karbohidrat seperti nasi, gandum, dan makanan berpati lainnya dapat membuat kadar insulin dalam tubuh tetap tinggi sepanjang hari.
Ketika insulin terus meningkat, tubuh berada dalam kondisi “penyimpanan”, bukan “pembakaran”.
“Insulin yang tinggi berarti tubuh Anda tidak membakar lemak, tetapi justru menyimpannya. Ini membuat metabolisme melambat dan menyebabkan penambahan berat badan,” jelasnya.
Dengan menurunkan frekuensi makan dan memperpanjang periode puasa, tubuh diberi waktu untuk menurunkan kadar insulin.
Hal ini memungkinkan tubuh untuk beralih ke mode pembakaran lemak, yang menjadi kunci utama dalam pemulihan metabolik.
2. Tubuh Seperti Mobil Hibrida
Untuk menjelaskan proses metabolik ini secara sederhana, Karan mengibaratkan tubuh manusia seperti mobil hibrida yang memiliki dua jenis bahan bakar: glukosa dan lemak.
“Saat kita makan, tubuh menggunakan glukosa sebagai bahan bakar utama. Namun, setelah sekitar delapan jam tidak makan, tubuh mulai kehabisan glukosa dan secara otomatis beralih membakar lemak sebagai sumber energi,” ungkapnya.
Meskipun waktu pastinya dapat bervariasi tergantung individu, rata-rata tubuh mulai memasuki fase pembakaran lemak setelah delapan jam puasa.
Menurut Karan, inilah titik krusial di mana manfaat metabolik dari puasa mulai bekerja.
3. Menghindari Peningkatan Gula Darah Selama Puasa
Selama menjalani puasa, menjaga kestabilan gula darah adalah hal yang sangat penting. Karan menekankan bahwa makanan atau minuman apa pun yang dapat meningkatkan gula darah—bahkan dalam jumlah kecil—dapat mengganggu kondisi puasa.
“Bahkan satu sendok gula dalam teh atau camilan buah kecil pun cukup untuk mengeluarkan tubuh dari fase pembakaran lemak dan kembali ke mode pembakaran glukosa,” katanya.
Oleh karena itu, ia menyarankan agar orang yang berpuasa benar-benar menjaga apa yang mereka konsumsi selama periode tanpa makan.
Hanya air putih, teh tawar, atau kopi hitam tanpa tambahan gula atau susu yang aman dikonsumsi tanpa mengganggu proses puasa.
4. Mengelola Rasa Lapar dan Memilih Makanan Saat Berbuka
Ketika rasa lapar muncul, Karan menyarankan untuk mengevaluasi apakah rasa itu muncul karena benar-benar lapar atau sekadar bosan.
“Cobalah lakukan aktivitas pengalih perhatian seperti mendengarkan musik, berjalan kaki, atau tidur siang. Jika memang lapar, air putih dengan sedikit garam bisa membantu mengatasi rasa lapar sementara,” sarannya.
Ia juga menyebutkan kopi hitam atau teh tawar dapat dikonsumsi selama puasa, asalkan tidak mengandung pemanis tambahan maupun susu.
Saat tiba waktu berbuka, Karan menyarankan untuk tidak langsung mengonsumsi makanan manis atau tinggi karbohidrat.
Sebaliknya, ia menyarankan untuk memulai dengan makanan yang kaya protein dan lemak sehat agar gula darah tetap stabil dan tubuh tidak mengalami lonjakan energi yang tiba-tiba.
“Memulai dengan karbohidrat tinggi justru bisa menyebabkan tubuh cepat lelah setelah makan, karena terjadi lonjakan dan penurunan drastis kadar gula darah,” ujarnya.
5. Manfaat Jangka Panjang dan Konsistensi
Menurut Karan, keberhasilan puasa intermiten bukan hanya soal durasi puasa, tetapi konsistensi dalam menjaga kualitas makanan dan kebiasaan sehat.
Dengan mengatur waktu makan dan memahami cara kerja hormon seperti insulin, tubuh dapat diprogram ulang untuk menjadi lebih efisien dalam membakar energi dan mengatur berat badan secara alami.