Radio Solopos, SALATIGA — Giliran ratusan siswa SMP Negeri 8 Salatiga mengalami keracunan massal seusai menyantap menu makan bergizi gratis (MBG), pada Jumat (3/10/2025) lalu.
Hingga Senin (6/10/2025), ada 192 siswa yang tidak berangkat ke sekolah karena masih pusing dan sakit perut.
Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi meminta agar setiap SPPG siap diperiksa kapan pun demi menjamin keamanan pangan di wilayahnya.
Informasi yang dikumpulkan Espos (Grup Radio Solopos), keracunan itu terjadi saat siswa SMP tersebut melakukan kegiatan perkemahan dan menyantap menu MBG pada Jumat (3/10/2025).
Kepala SMP Negeri 8 Salatiga, Yohana Nathalina Sari, mengatakan siswa kelas VII dan VIII mengikuti kegiatan perkemahan pada Rabu hingga Jumat (1-3/10/2025).
Pada hari terakhir sebanyak 529 siswa mendapat MBG dengan menu berupa nugget tempe, burger, salad sayur, telur ceplok, dan semangka.
“Pada hari petama dan kedua tidak ada masalah, menu yang disajikan makanan kering. Di hari Jumat ada yang dimakan di lapangan, sekolah, dan dibawa pulang,” kata Yohana, Senin.
Kemudian pada Sabtu (4/10/2025) siang, pihak sekolah mendapat laporan siswa yang diduga mengalami gejala keracunan seperti mual, muntah, pusing, dan diare. Pada Senin ini ada 192 siswa yang tidak berangkat sekolah.
“Untuk penyebab siswa tidak masuk sekolah, memang kebanyakan karena sakit dan capek. Tapi penyebab sakit ini yang butuh kepastian juga, apakah karena makanan tersebut atau daya tahan tubuh,” jelasnya.
Dijelaskan, dari 192 siswa yang tidak masuk sekolah, ada dua siswa yang dirawat di rumah sakit menjalani rawat inap.
“Informasi awal sakit diare, tapi untuk kepastian ranah petugas medis,” paparnya.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Salatiga, Nasiruddin, mengungkapkan dengan adanya kejadian tersebut, pihaknya akan melakukan pemeriksaan terhadap menu MBG sebelum diberikan kepada siswa.
“Sebagaimana yang disampaikan oleh Wali Kota Salatiga, guru harus mendampingi anak-anak, harus memeriksa apakah makanan itu dalam posisi bagus atau tidak. Kalau dalam posisi kurang bagus, maka makanan itu tidak boleh diberikan kepada anak-anak,” kata Nasiruddin.
Sementara itu, Kabid P2P Dinas Kesehatan Kota Salatiga, Suhardi, mengaku bahwa pihaknya baru mendapat informasi terhadap dugaan keracunan ini sehingga pihaknya akan melakukan penyelidikan terhadap kejadian itu.
“Terkait dengan dugaan keracunan ini, kebetulan kami dari Dinas Kesehatan baru menerima (informasi) sekitar pukul 13.00 WIB. Oleh sebab itu kita langsung komunikasi dengan tim, melaporkan khusus terkait kejadian itu,” kata Suhardi.
Pihaknya menyebut, ketika ada informasi terkait dengan dugaan keracunan akan langsung turun cepat ke lapangan.
“Terkait dengan kejadian ini, kita melakukan penyelidikan dan epidemiologi,” tandasnya.
Reaksi Gubernur Jateng
Kasus keracunan makanan yang sempat terjadi dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) membuat Gubernur Jawa Tengah Ahmad Luthfi menegaskan pentingnya pengawasan ketat terhadap seluruh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Ia meminta agar setiap SPPG siap diperiksa kapan pun demi menjamin keamanan pangan di wilayahnya.
“SPPG tidak boleh eksklusif. Harus siap diperiksa kapan pun. Kalau ada kasus, harus ada quick response agar tidak menimbulkan kepanikan di masyarakat,” ujar Luthfi seusai Rapat Koordinasi bersama Badan Gizi Nasional (BGN) di GOR Jatidiri Semarang, Senin (6/10/2025).
Menurutnya, keamanan pangan tidak boleh ditawar. Setiap dapur penyedia MBG harus memperketat pengolahan, kebersihan, dan pengawasan makanan, agar insiden keracunan tidak terulang kembali.
“Harapannya, kejadian-kejadian kemarin tidak terulang. Karena ini program struktural, maka harus kita laksanakan dengan sungguh-sungguh,” tegasnya.
Dalam rapat yang dihadiri sekitar 4.000 peserta dari kalangan mitra SPPG, ahli gizi, kepala daerah, dan instansi terkait itu, Luthfi juga menekankan tanggung jawab moral kepala daerah untuk memastikan program MBG berjalan aman, higienis, dan berkelanjutan.
“Jangan ada kepala daerah yang apatis. SPPG yang sudah ada harus terbuka untuk dicek, minimal oleh bupatinya atau ibu-ibu PKK. Harus ada keterbukaan dan koordinasi dengan Satgas MBG,” katanya.
Saat ini terdapat 1.596 SPPG yang beroperasi di Jawa Tengah, dan jumlah tersebut akan terus bertambah hingga akhir tahun.
Karena itu, pengawasan harus dilakukan secara menyeluruh mulai dari dapur, distribusi makanan, hingga pengelolaan limbah.
Luthfi meminta Dinas Kesehatan memperketat verifikasi lapangan serta memastikan setiap dapur memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
“Surat SLHS itu bukan formalitas. Harus ada inspeksi nyata di lapangan. Kalau perlu, buat posko 24 jam untuk pengawasan distribusi MBG,” ujarnya.