SoloposFM- Kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan salah satu tonggak yang sangat bersejarah dan tidak akan dilupakan bangsa Indonesia sendiri. Begitu gigih para pahlawan Indonesia yang berjuang untuk menumpas para penjajah yang datang ke tanah air tercinta ini. Pernahkah kita mencoba untuk membayangkan sulitnya perjuangan para pahlawan terdahulu untuk merebut kemerdekaan dari tangan penjajah, para pejuang merebut kemerdekaan tidak dengan cara yang mudah, mereka bahkan harus mengorbankan diri mereka sendiri untuk meraih kebebasan dari tangan penjajah.
Berikut daftar pahlawan-pahlawan kemerdekaan. Seperti yang dikutip dari berbagai sumber (1/8/2017).
I. Pangeran Antasari
Beliau lahir di Kayu Tangi, Banjar, Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan, 1797 dan meninggal di Bayan Begok, Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah, 11 Oktober 1862 pada umur 53 tahun. Ia adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Sebagai seorang pangeran, ia merasa prihatin menyaksikan kesultanan Banjar yang ricuh karena campur tangan Belanda pada kesultanan semakin besar. Gerakan-gerakan rakyat timbul di pedalaman Banjar. Pangeran Antasari diutus menyelidiki gerakan-gerakan rakyat yang sedang bergolak.
Lanting Kotamara semacam panser terapung di sungai Barito dalam pertempuran dengan Kapal Celebes dekat pulau Kanamit, Barito Utara Perang Banjar pecah saat Pangeran Antasari dengan 300 prajuritnya menyerang tambang batu bara milik Belanda di Pengaron tanggal 25 April 1859. Selanjutnya peperangan demi peperangan dipimpin Pangeran antasari di seluruh wilayah Kerajaan Banjar. Dengan dibantu para panglima dan pengikutnya yang setia, Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai, Riam Kanan, Tanah Laut, Tabalong, sepanjang sungai Barito sampai ke Puruk.
II. Cut Nyak Meutia
Cut Nyak Meutia dilahirkan di Keureutoe, Pirak, Aceh Utara, tahun 1870, beliau adalah salah satu Pahlawan Nasional Indonesia yang berasal dari Aceh selain Cut nyak dhien. Cut Meutia mulai melawan Belanda pada saat menjadi istri dari Teuku Chik Muhammad atau yang lebih dikenal dengan nama Teuku Chik Di Tunong. Namun pada bulan Maret 1905, Chik Tunong berhasil ditangkap Belanda dan dihukum mati di tepi pantai Lhokseumawe. Sebelum meninggal, Teuku Chik Di Tunong berpesan kepada sahabatnya Pang Nanggroe agar mau menikahi istrinya dan merawat anaknya Teuku Raja Sabi. Perjuangan melawan penjajahpun Cut Meutia lakukan bersama sisa-sisa pasukannya. Ia menyerang dan merampas pos-pos kolonial sambil bergerak menuju Gayo melewati hutan belantara. Namun pada tanggal 24 Oktober 1910, Cut Meutia bersama pasukannya bentrok dengan Marechausee di Alue Kurieng. Dalam pertempuran itu Cut Meutia gugur.
III. Sultan Hasanuddin
Beliau lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 1631 dan meninggal di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun, adalah Raja Gowa ke-16 dan pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal dengan Sultan Hasanuddin saja. Oleh Belanda ia dijuluki sebagai Ayam Jantan Dari Timur atau dalam bahasa Belanda disebut de Haav van de Oesten karena keberaniannya melawan penjajah Belanda. Beliau diangkat menjadi Sultan ke 6 Kerajaan Gowa dalam usia 24 tahun (tahun 1655).
IV. Kapitan pattimura
Pattimura pada masa kecilnya bernama Thomas Matulessy. Pattimura lahir di Ambon tahun 1783. Ia pernah menjadi tentara Inggris berpangkat Sersan. Pada waktu itu Belanda harus menyerahkan wilayah jajahannya diantaranya Maluku kepada Inggris. Namun, pada tahun 8116 Belanda kembali berkuasa di Maluku. Rakyat Maluku hidup menderita akibat penindasan Belanda. Rakyat dipaksa kerja rodi. Kekayaan Maluku dikuras Belanda. Rakyat Maluku melakukan perlawanan. Sebelum melakukan perlawanan, rakyat Maluku melakukan rapat rahasia. Rapat rahasia menghasilkan keputusan untuk mengangkat Thomas Matulessy sebagai pemimpin. Ia mendapat julukan Kapitan Pattimura. Kapitan Pattimura menyerbu Belanda. Penyerbuan dilakukan dua kali. Pertama, pada tanggal 14 Mei 1817 Kapitan Pattimura menyerang pos Belanda. Penyerangan berhasil menangkap Residen Van Den Berg. Namun, residen tersebut dibebaskan dan diperbolehkan kembali ke benteng. Penyerbuan kedua pada tanggal 16 Mei 1817. Pasukan Kapitan Pattimura menyerang benteng Duurstede. Benteng dapat dikuasai. Semua tentara Belanda ditangkap. Residen, istri, dan dua anaknya tewas.
V. Teuku Umar
Pahlawan nasional Teuku Umar merupakan seseorang yang lahir pada tahun 1854 dan berasal dari Meulaboh, Aceh Barat. Beliau merupakan pahlawan yang mencetuskan adanya perang aceh melawan pemerintahan Belanda pada masa situ. Perang gerliya aceh tersebut terjadi pada tahun 1873 sampai 1899. Bapak dari teuku umar adalah teuku Mahmud yang merupakan seorang pejuang juga di tanah aceh. Teuku umar menikah pada saat beliau berumur 20 tahun dengan seorang wanita yang bernama Nyak sofiah. Selanjutnya beliau juga pernah menikah dengan Nyak malighai. Sejak pernikahan keduanya tersebut, beliau memiliki gelar teuku. Terakhir beliau menikah dengan seorang janda yang bernama Cut Nyak Dien. Mereka menikah pada tahun 1880. Suami pertama dari Cut Nyak Dien adalah Teuku Ibrahim lamnga, tetapi suami dari Cut Nyak Dien sudah meninggal pada tahun 1878. Teuku umar dan Cut Nyak Dien berjuang bersama untuk mengusir Belanda dari aceh. Pada tahun 1883 pasukan pemerintahan Belanda menyerah pada pasukan dari teuku umar. Tetapi pada tahun 1884, terjadi peperangan kembali antara Belanda dan rakyat aceh. Teuku umar akhirnya bergabung dengan Belanda. Awalnya rakyat aceh berpikir bahwa teuku umar merupakan penghianat. Tetapi hal itu dilakukan teuku umar untuk mendapatkan tambahan senjata dan juga mencari tahu tentang strategi perang dari Belanda. Pada saat itu Teuku Umar masuk ke dinas politik dan sempat dianugerahi gelar johan pahlawan.
( Erlin Setyawati)