SoloposFM – Tanpa disadari, pandangan umum kerap menunjukkan bahwa keselamatan bertransportasi merupakan semata-mata tanggungjawab si penyelanggara moda transportasi tersebut. Padahal, jika dilihat lebih jauh, masing-masing pihak yang berkepentingan memiliki andil dan tanggungjawabnya sendiri. PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai operator dan penyelenggara sarana perkeretaapian pun memiliki porsi dan tanggungjawabnya.
Salah satu tugas utama PT KAI adalah mengantarkan para penumpang yang menggunakan jasanya dengan selamat hingga stasiun tujuan sesuai aturan yang berlaku. Untuk mewujudkannya, PT KAI pun melakukan pengaturan dan penjagaan agar perjalanan kereta api (KA) tetap lancar di jalurnya.
Salah satunya Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan (LLAJ) Pasal 114 menyatakan bahwa : Pada pelintasan sebidang antara jalur KA dan jalan, pengemudi kendaraan wajib berhenti ketika sinyal sudah berbunyi dan palang pintu KA sudah mulai ditutup, serta wajib mendahulukan kereta api.
Aturan di atas senada dengan UU No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 90 poin d) menyatakan bahwa : Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian berhak dan berwenang mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang dengan jalan. Pasal 124 menyatakan bahwa : Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Dua aturan di atas menyebutkan bahwa perjalanan kereta api mendapatkan prioritas di jalur yang bersinggungan dengan jalan raya. Berdasarkan aturan di atas pula, sudah jelas disebutkan jika tidak ada kesalahan yang dapat dituduhkan kepada kereta api.
Untuk mendukung keselamatan perjalanan KA, telah ditempatkan Petugas Jaga Pelintasan beserta fasilitas pendukungnya seperti gardu, palang pintu, sirene, dan peralatan pendukung lainnya. Sekali lagi, tujuan utamanya yaitu untuk menjaga keselamatan perjalanan KA.
Masyarakat sebagai pengguna jalan raya baik itu pengendara bus, mobil, motor, dan kendaraan lainnya, sepatutnya bertanggung jawab atas keselamatan dirinya dengan memahami peraturan perkeretaapian tersebut karena selama berada di sepanjang jalur kereta api, maka keselamatan perjalanan KA yang diutamakan.
Para pengguna jalan raya pun harus memiliki kesadaran bahwa peraturan dan peralatan pendukung keselamatan perjalanan KA di pelintasan sebidang pada hakikatnya untuk menjaga keselamatan perjalanan KA dan mendukung keselamatan lalu lintas KA.
Karena itu, pengguna jalan raya harus tetap mawas diri, ada atau tidak ada penjaga maupun fasilitas pelintasan sebidang, saat berada di area tersebut haruslah memperhatikan seluruh rambu dan tanda-tanda keselamatan yang ada serta setiap arah jalur kereta api. Masyarakat juga harus mengetahui bahwa ada sanksi yang ditetapkan bagi penerobos pintu pelintasan sebidang.
Aturan melewati pelintasan KA terdapat dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 dan sanksinya termaktub dalam Pasal 296 dengan bunyi sebagai berikut:
Pasal 296 : Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor pada pelintasan antara kereta api dan jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 huruf a dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000,00 (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah).
Melihat lebih jauh mengenai perlintasan kereta api, maka kembali mengacu pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pelintasan kereta api adalah bagian kiri dan kanan jalan rel. Bagian kanan dan kiri jalan kereta termasuk dalam Ruang Manfaat Jalur Kereta Api.
Pada hakikatnya, Ruang Manfaat Jalur Kereta Api merupakan kawasan yang steril dan diperuntukkan bagi operasional kereta api saja. Pasal 37 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian menyatakan bahwa jalur KA terdiri atas Ruang Manfaat Jalur Kereta Api, Ruang Milik Jalur Kereta Api, dan Ruang Pengawasan Jalur Kereta Api.
Ruang Manfaat Jalur Kereta Api terdiri dari jalan rel dan bidang tanah di kiri dan kanan jalan rel beserta ruang di kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya.
Ruang Milik Jalur Kereta Api adalah bidang tanah di kiri dan di kanan Ruang Manfaat Jalur Kereta Api yang digunakan untuk pengamanan konstruksi jalan rel. Ruang Pengawasan Jalur Kereta Api adalah bidang tanah atau bidang lain di kiri dan di kanan ruang milik jalur kereta api untuk pengamanan dan kelancaran operasi kereta api.
Selain itu, menurut Pasal 181ayat (1) UU Perkeretaapian, setiap orang dilarang berada di Ruang Manfaat Jalur Kereta Api; menyeret, menggerakkan, meletakkan, atau memindahkan barang di atas rel atau melintasi jalur kereta api; atau menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain, selain untuk angkutan kereta api.
Pelanggaran terhadap Pasal 181 ayat (1) UU Perkeretaapian yang dapat mengganggu perjalanan kereta api, dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), sebagaimana terdapat dalam Pasal 199 UU Perkeretaapian:
Setiap orang yang berada di ruang manfaat jalan kereta api, menyeret barang di atas atau melintasi jalur kereta api tanpa hak, dan menggunakan jalur kereta api untuk kepentingan lain selain untuk angkutan kereta api yang dapat mengganggu perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
Perpotongan antara jalur kereta api dan jalan sesuai UU Perkeretaapian idealnya memang dibuat tidak sebidang. Pelintasan sebidang memungkinkan jika hanya area tersebut merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA rendah dan arus lalu lintas jalan rayanya pun tidak padat.
Namun, jika pelintasan sebidang tersebut merupakan jalur dengan frekuensi perjalanan KA yang tinggi dan padat lalu lintas jalan raya, maka sudah seharusnya dibuat tidak sebidang, bisa flyover maupun underpass. Pembangunan prasarana perkeretaapian merupakan wewenang dari penyelenggara prasarana perkeretaapian dalam hal ini pemerintah.
PP 56 tahun 2009 pun menyebutkan bahwa pemerintah bertanggungjawab atas pelintasan sebidang. Pasal 79 menyebutkan bahwa Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya melakukan evaluasi secara berkala terhadap perpotongan sebidang. Jikalau berdasarkan hasil evaluasi ada perpotongan yang seyogiayanya harus ditutup, maka pemerintah sebagaimana disebut di atas dapat menutupnya.
Perjalanan kereta api memang kompleks dan melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Diperlukan pemahaman akan berbagai aturan yang mengacu pada keselamatan perjalanan KA khususnya di pelintasan sebidang.
Keselamatan perjalanan kereta api maupun keselamatan lalu lintas jalan umum merupakan tanggung jawab bersama. Tidak memberatkan hanya ke satu pihak saja. Dengan adanya pemahaman dan kesadaran oleh seluruh pihak akan tanggungjawab yang diembannya, maka keselamatan yang diharapkan niscaya dapat diwujudkan.[Meissy Intan Permatasari]