SoloposFM – Seiring perkembangan jaman dan teknologi yang kian maju, sarana transportasi termasuk transportasi publik pun semakin berkembang. Kini masyarakat memiliki pilihan transportasi massal yang lebih beragam dengan fasilitas yang jauh lebih baik.
Salah satu transportasi massal yang terus berkembang adalah bus. Kini, semakin banyak bus-bus dalam kota maupun antar-kota yang memiliki fasilitas lebih baik, seperti AC dan tempat duduk lebih nyaman serta harga terjangkau. Selain bus, kini mobilitas masyarakat juga semakin dimudahkan dengan adanya KRL, yang memiliki waktu tempuh lebih cepat dan harga lebih terjangkau.
Kondisi ini pun menggerus keberadaan bus-bus ekonomi atau kerap disebut bus bumel. Biasanya bus ekonomi atau bus bumel ini adalah bus ekonomi yang belum dilengkapi dengan pendingin ruangan atau AC. Kursi penumpangnya juga masih model lama yaitu tiga seat dan dua seat di tiap baris. Ini berbeda dengan bus-bus kekinian yang merupakan bus cepat dengan model dua seat di tiap baris atau bahkan ada yang dua seat dan satu seat.
Nasib sejumlah armada bus bumel yang sudah tua pun kini memprihatinkan. Tidak sedikit perusahaan otobus (PO) tersebut yang akhirnya gulung tikar. Hal itu diantaranya dialami bus-bus ekonomi trayek Solo-Wonogiri dan Solo-Jogja.
Baca juga: Sejumlah Sekolah Negeri Kekurangan Siswa di PPDB 2022, Sistem Zonasi Perlu Dikaji?
Perlu Peran Pemerintah Daerah
Menurut Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat Djoko Setiyowarno angkutan umum jalan raya akan mulai terimbas ketika muncul angkutan rel yang lebih cepat.
“Tinggal bagaimana PO mereposisi. Misal gunakan kelebihan angkutan umum jalan raya dimana bisa berhenti di banyak titik dibanding dengan kereta,” kata Joko.
Ia mengakui selama ini dukungan pemerintah daerah terhadap angkutan umum jalan raya masih kurang. Dukungan yang dimaksud bisa berupa subsidi bagi angkutan jalan raya, seperti halnya yang diberikan pada KRL.
“Pihak pemda kan bisa juga mengusulkan ke pusat untuk subsidi angkutan umum,” ungkapnya.
Joko menambahkan bahwa dengan semakin tergerusnya angkutan umum jalan raya dan semakin banyaknya angkutan pribadi, bukan pengusaha PO yang rugi, tapi justru pemerintah dan masyarakat yang rugi.
“Sebenarnya kalau pengusaha nggak rugi karena mereka kan bisa buat usaha lain. Tapi sebenarnya pemerintah yang rugi karena kalau banyak kendaraan pribadi, subsidi BBM jadi bertambah banyak, polusi semakin tinggi, kemacetan tinggi, angka juga kecelakaan tinggi,” tambahnya.
Untuk itu, menurutnya pemerintah harus membuat kebijakan yang berpihak pada angkutan umum, termasuk angkutan umum jalan raya seperti bus. Angkutan umum perkotaan, kalau perlu juga angkutan antar kota, harus mendapat subsidi sebagaimana KRL.
Baca juga: Sudah Tahu Belum Sob? Beli Minyak Goreng Curah Wajib Pakai PeduliLindungi atau KTP
Masih Setia Naik Bus Ekonomi
Dari polling melalui Instagram Solopos FM @soloposfmsolo, sebanyak 67% Sobat Solopos mengaku masih setia menggunakan bus ekonomi. Sedangkan 33% lainnya mengaku memilih menggunakan transportasi lain.
Sejumlah komentar pun disampaikan Sobat Solopos pada program Dinamika 103, Kamis (30/6).
“Naik bis ekonomi? Baru tangga 26 Mei lalu ke Semarang PP. Ampun deh, jalannya lemot banget. Bus ke Semarang hanya 13 orang & kembali ke Solo 21 orang. Kursi 2-2, Solo-Semarang 3 jam,” kata Anna dari Solo.
Sementara menurut Yudi, “Kalau ke Tawangmangu, Ngadirojo, Wonogiri, motoran saja. Ngirit poll dan jalannya santai.”
“Fasilitas bus yang aku naiki lumayan. Masih ada AC, tarif juga lumayan kalau demi kenyamanan & keselamatan,” pungkas Ari dari Solo.
“Mungkin dalam beberapa tahun ke depan keberadaan bus bumel hilang di telan bumi. Karena banyak yang sudah punya kendaraan roda 2 maupun roda 4 sendiri. Kalau pergi rombongan, mending carter mobil,” kata Herman.
“Saya sekeluarga tidak pernah lagi naik bus ekonomi maupun patas, terakhir tahun 2016. Fasilitas yang ada di bus ekonomi kurang baik, kotor, kadang ada pengamen, lambat jalannya, kadang sopirnya ugal-ugalan, tidak nyaman bila penuh. Yang ngeri kalau lihat bus Rela Solo-Purwodadi, sopirnya ugal-ugalan,” ungkap Priyanto.
“Saya lebih suka naik kereta api yang ekonomi saja. Tanggal 4 Juni lalu ke Surabaya juga naik kereta api, tepat waktu, aman, ber-AC, prokes tetap jalan, bersih, aman sampai tujuan juga tepat waktu,” tutur Maria.
“Dulu waktu masih kerja tiap hari naik bis bumel dari Palur ke Terminal Tirtonadi. Berdiri penuh sesak, sampai tas dicopet nggak kerasa. Tahu-tahu sampai tempat kerja tasnya nggak ada. Sekarang sudah banyak bis trans ya naik bis trans, nyaman,” kata Agus.