Menurut Arif, pemohon telah menandatangani dokumen gugatan berbentuk hard copy yang langsung dikirim ke MK pada 13 September.
“Dokumen sudah kami kirim dalam bentuk hard copy melalui Kantor Pos ke MK. Jadi sudah terkirim, namun belum ada konfirmasi dari sana,” kata dia dilansir solopos.com.
Dokumen itu kembali dikirim ke MK oleh pemohon gugatan pada 19 September. Dokumen itu berupa aplikasi pdf dan word. Saat sidang secara online, majelis hakim juga menanyakan soal dokumen tersebut. Ternyata setelah dicek ulang, dokumen sudah masuk.
“Secara administrasi tidak ada masalah. Ini yang dipersoalkan dalam dokumen perbaikan perkara No 90/PUU-XXI/2023 terkait file dokumen berupa pdf dan word,” kata dia.
Menurut Arif, dokumen perbaikan gugatan berbentuk word tidak bisa ditandatangani menggunakan tandatangan basah, kecuali terlebih dahulu di-scan kemudian formatnya diubah menjadi PDF.
Arif berpesan agar pelapor dugaan pelanggaran kode etik ke MKMK lebih cermat dan teliti dalam membaca berkas. Terlebih berkas tersebut untuk materi pelaporan di persidangan.
“Sebelum menyampaikan laporan, perlu mempelajari detail hukum acara MK. Kita ada rekaman pembicaraan, bisa dicek semua,” ujar dia.
Lebih jauh, gugatan soal syarat pendaftaran capres-cawapres merupakan inisiatif kliennya yang menjadi momentum pembaharuan hukum di Tanah Air.
Hal ini membuka ruang bagi kepala daerah dari kalangan muda untuk mencalonkan diri sebagai capres-cawapres. “Bagi kami setelah gugatan dikabulkan MK, dipakai mangga tidak dipakai ya tidak masalah. Gugatan itu murni inisiatif dari kita sendiri,” papar dia.
Sebelumnya, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Julius Ibrani melaporkan dugaan pelanggaran kode etik ke MKMK.
Julius menyebut ada kejanggalan dalam dokumen perbaikan permohonan yang dilayangkan Almas Tsaqibbirru. Dokumen tersebut tidak ditandatangani kuasa hukum maupun Almas sendiri.
Julius berharap MKMK juga memeriksa dokumen tersebut. Dia menjelaskan gugatan yang tidak ditandatangani tidak bisa dianggap ada atau sah.
Baca juga: Buntut Putusan MK, Keluarga Jokowi Dilaporkan ke KPK atas Tuduhan Nepotisme