SoloposFM, Lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) belakangan ini menjadi sorotan usai dugaan penyelewengan dana umat mencuat ke publik. Dugaan penyelewengan donasi ACT itu mencuat, usai dilaporkan dalam investigasi salah satu media Tanah Air.
Sejumlah petinggi ACT diduga menggunakan dana donasi untuk kepentingan pribadi dan mendapat gaji fantastis hingga fasilitas mewah. Belakangan Kementerian Sosial (Kemensos) telah mencabut izin Penyelenggaraan Pengumpulan Uang dan Barang (PUB) yang telah diberikan kepada ACT.
Buntut dari kasus tersebut, sejumlah masyarakat pun mengaku khawatir menyumbang ke lembaga yang bergerak di bidang sosial dan kemanusiaan.
Baca juga: #Kepo – Meracik Teh sesuai Mood! Bersama Cakra Virajati
Akuntabilitas Lembaga Filantropi
Sosiolog Universitas Sebelas Maret (UNS) Drajat Tri Kartono kasus ACT pasti akan berdampak pada kepercayaan sebagian masyarakat pada lembaga filantropi. Karena lembaga filantropi bekerja atas dasar kepercayaan masyarakat sebagai donatur sekaligus penerima.
“Pasti berdampak, karena ini urusannya dari lembaga sosial pada masyarakat yang membutuhkan dan juga pada masyarakat yang menyalurkan. Dia sebagai penghubung, sehingga memerlukan kepercayaan dari pihak satu dan yang lain,” pungkas Drajat.
Menurut Drajat sebenarnya tidak masalah lembaga filantropi mengambil dana donasi untuk biaya operasional maupun gaji, hanya saja pada masalah kewajaran. Dalam hal ini nominal yang digunakan untuk biaya operasional dan gaji.
Drajat juga mengimbau masyarakat yang akan menyalurkan dananya ke lembaga sosial atau kemanusiaan agar mencari tahu legalitas dan akuntabilitas lembaga tersebut.
“Masyarakat harus tetap rasional. Hal utama yang harus diketahui masyarakat untuk lembaga filantropi yang akan menyalurkan donasinya adalah akuntabilitasnya, legalitasnya, penyalurannya, pengelolaan lembaga dan sebagainya. Hal itu bisa diketahui salah satunya dari laporan-laporan penggunaan dana yang mereka share di media,” ungkapnya.
Terkait peran pemerintah dalam kasus ACT, menurutnya Pemerintah harus melindungi atau berpihak pada masyarakat karena ini dana masyarakat. Penegak hukum juga harus melakukan kontrol pada lembaga-lembaga filantropi.
Drajat menambahkan, penyaluran dana sosial memang tidak akan bisa hilang di kalangan masyarakat, karena masyarakat hidup berdasarkan nilai-nilai.
“Ini kebutuhan mendasar dari masyarakat untuk melakukan kegiatan sosial. Tapi harus benar-benar diatur agar benar-benar bermanfaat bagi yang membutuhkan,” tambahnya.
Baca juga: #SaatnyaKeKoreaLagi, Sob! Ini Nih Serunya Liburan Ke Korea
Lebih Selektif
Melalui polling Solopos FM di akun instagram @SoloposFMSolo, dengan adanya kasus ACT sebanyak 80% Sobat Solopos mengaku lebih selektif dalam memilih lembaga filantropi. Sedangkan 20% lainnya mengaku tetap percaya pada lembaga sosial atau kemanusiaan untuk menyalurkan donasinya.
Sejumlah opini pun disampaikan dalam program Dinamika 103, Selasa (12/7).
Salah satunya disampaikan oleh Sriyatmo, “Jujur, aku hanya donasi di 1 lembaga filantropi. Yang lain, mending ke orang-orang terdekat dan yang lebih berhak menerima donasiku. Kalau ke ACT, belum pernah. Yang jadi pertanyaan, kenapa kalau memang jadi relawan kok pakai pamrih dengan mengambil bagian dari donasi umat?”
Sementara menurut Hengky, “Menurut saya ACT sedang di uji oleh Allah. Maka mereka pengurus harus segera introspeksi dalam pengelolaannya.”
Opini lain disampaikan Farida, “Kalau soal ACT, harus diusut tuntas penyelewengannya. Tapi jangan kemudian apatis dengan lembaga filantropi lain. Saya sih yakin masih banyak lembaga filantropi yang benar-benar amanah. Makanya kita sebagai masryarakat memang harus benar-benar selektif memilih lembaga penyalur donasi kita.”
Hal senada disampaikan Mario, “Yang penting harus harus selektif memilih lembaga sosial. Cari tahu dulu latar belakang lembaganya sebelum kita menyalurkan bantuan, agar donasi yang kita berikan benar-benar bermanfaat dan tepat sasaran.”
Baca juga: Tragedi Idul Adha 1381 H, Soekarno Lolos dari Percobaan Pembunuhan