SoloposFM – Kabar soal pelecehan seksual atau pencabulan terus mencuat dalam beberapa hari terakhir ini. Korban dari kasus-kasus tersebut rata-rata perempuan muda, bahkan ada yang masih di bawah umur.
Sejumlah kasus tersebut di antaranya kasus pencabulan yang dilakukan mantan Direktur Teknik PDAM Solo terhadap anak temannya yang masih di bawah umur. Ada juga kasus pelecehan seksual yang melibatkan seorang food influencer di Kota Solo. Kasus lain yang juga menggemparkan adalah kasus pencabulan oleh anak pemilik pondok pesantren di Jombang, dan kasus pelecehan seksual oleh motivator Julianto Eka Putra terhadap sejumlah siswinya. Terakhir, kasus pelecehan seksual terhadap jurnalis perempuan yang terjadi di Stadion Maguwoharjo Sleman menjelang laga PSS Sleman melawan Borneo FC Samarinda, Kamis (7/7) malam.
Kasus-kasus pelecehan seksual yang mencuat dalam waktu yang hampir bersamaan ini tentu menimbulkan keprihatinan dan kegeraman masyarakat.
Baca juga: Kasus ACT Mencuat, Ini Yang Harus Dilakukan Saat Memilih Lembaga Filantropi
Fenomena Gunung Es
Psikolog dan Pemerhati Masalah Perempuan Hening Widyastuti mengatakan beberapa kasus pelecehan seksual yang terungkap dalam beberapa hari terakhir ini hanyalah fenomena gunung es.
“Ini yang terekspos hanya sedikit, padahal di dalamnya banyak sekali kasus-kasus pelecehan seksual yang tidak terungkap,” kata Hening.
Menurut Hening yang perlu diwaspadai adalah kebanyakan yang melakukan pelecehan seksual justru orang-orang terdekat yang tidak disangka akan melakukan perbuatan tercela itu.
“Jadi yang perlu dipamahi masyarakat kita adalah biasanya ada kedekatan relasi entah teman, keluarga, atasan, guru, dan biasanya posisi si pelaku memiliki power. Posisi si korban ini biasanya powernya di bawah pelaku, artinya posisi mereka lemah, misal guru ke murid, ayah ke anak, atasan ke bawahan, dan sebagainya,” pungkasnya.
Hening pun menekankan pentingnya edukasi ke anak-anak sejak awal, salah satunya memberikan seks education sejak awal dengan mengajarkan bagian-bagian tubuh mana yang tidak boleh disentuh orang lain.
“Ajarkan pada mereka, ketika ada perlakuan yang tidak pantas, pahami bahwa situasi itu tidak benar dan harus berani speak up atau berteriak. Yang perlu diperhatikan juga oleh orang tua adalah dengarkan dan jangan abaikan curhatan anak. Jika memang terjadi perlakuan yang tidak pantas pada anak langsung laporkan ke pihak berwajib,” imbau Hening.
Hening juga mengimbau masyarakat agar tidak justru menghakimi korban, tapi sebaliknya harus didukung untuk mendapatkan keadilan.
Baca juga: Baznas Jateng Salurkan Daging Kurban Bentuk Rendang dan Kornet
Harus Berani Melapor
Dari polling melalui instragram Solopos FM @SoloposFMSolo, sebanyak 60% Sobat Solopos menyatakan berani bicara dan melapor ketika terjadi pelecehan seksual, sedangkan 40% Sobat Solopos menyatakan harus berhati-hati terhadap siapapun untuk waspada terhadap pelaku pelecehan seksual.
Sejumlah opini pun disampaikan Sobat Solopos pada Dinamika 103, Kamis (14/7).
Salah satunya disampaikan Sasongko dari Sukoharjo, “Miris mendengar berita di Kota Solo ada pelecehan seksual, apalagi korbannya masih di bawah umur dan yang melakukan seorang direktur dengan usia 53 tahun yang seharusnya mengayomi. Dengan kejadian seperti ini orang tua harus selalu waspada, mau mendengar curhatan buah hatinya, dan curiga bila anaknya ada perubahan perilaku yang biasa riang gembira jadi pemurung.”
Opini lain disampaikan Andi dari Solo, “Ini menjadi pelajaran untuk kita semua untuk lebih waspada, meskipun dengan orang terdekat. Saya selalu miris kalau mendengar ada berita pelecehan atau pencabulan, apalagi kalau korbannya anak-anak atau masih di bawah umur.”
Sementara menurut Lani dari Solo, “Yang lebih memprihatinkan lagi adalah judgment masyarakat yang seringkali justru menyudutkan korban yang karena takut melapor sehingga kasusnya baru terkuak setelah sekian lama. Perlakuan seperti itu justru semakin membuat korban-korban lain yang sedang berpikir untuk melapor jadi semakin takut.”
Baca juga: 6 Ide Side Hustle Buat Kamu yang Butuh Uang Jajan Lebih!