Radio Solopos — Lakon wayang kulit yang kerap dipentaskan di berbagai tempat bukan hanya tontonan tapi bisa menjadi tuntunan bagi masyarakat yang menontonnya.
Karenanya, Ketua DPRD Jateng Sumanto yang merupakan penggiat wayang kulit mengajak masyarakat meneladani nilai-nilai positif yang terkandung dalam warisan budaya tradisional tersebut.
“Nilai-nilai yang bisa diteladani antara lain keberanian, keadilan, kesetiaan, dan kebijaksanaan, dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari,” ujar Sumanto di sela Pagelaran Wayang Kulit dengan “Lakon Wiratha Parwa” di Desa Suruh, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, belum lama ini.
Pagelaran wayang kulit tersebut menghadirkan dalang KGPH Adipati Benowo, Ki Radipta Husein Asrori, dan Ki Aang Wiyatmoko.
Menurutnya, Lakon Wiratha Parwa mengisahkan ketika Pandawa menghadapi masa penyamaran satu tahun setelah sebelumnya harus mengasingkan diri ke tengah hutan selama 12 tahun.
Hal itu akibat Puntadewa yang sangat suka bermain dadu kalah dengan Duryudana dalam adu dadu.
Pandawa menyamar di Negari Wiratha. Puntadewa, Kakak tertua Pandawa menyamar sebagai Lurah Pasar dengan nama Wija Kangko, Werkudara menyamar menjadi petugas penjagal hewan ternak dengan nama Jagal Abilowo.
Janaka menjadi waria yang mengajar karawitan dan tari di Keputrian Kerajaan Wiratha. Sedangkan Nakula menjadi penggembala dan pengurus Kuda, namanya Kinten. Sadewa jadi penggembala hewan ternak unggas menggunakan nama Pangsen.
Sumanto mengatakan, lakon tersebut memiliki pesan bahwa manusia hidup di dunia tak lepas dari berbagai ujian. Sehingga mereka harus tabah agar bisa melewati dan lulus dari ujian tersebut.
“Setiap situasi apapun ada ujiannya, maka manusia harus tabah untuk bisa melewati ujian di dunia. Kita hidup penuh ujian dan tantangan yang harus kita selesaikan,” katanya seperti dikutip Radio Solopos dari rilis, Senin (29/9/2025).
“Ada banyak nilai baik yang diajarkan oleh tokoh-tokoh pewayangan. Yaitu keberanian, keadilan, kesetiaan, kebijaksanaan, dan kehati-hatian, yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Kisah-kisah tersebut berasal dari kisah Mahabharata dan Ramayana. Menampilkan pertarungan antara kebaikan melawan kejahatan, serta mengajarkan pentingnya menjaga moralitas dan perilaku yang luhur,” ungkapnya.
Menurutnya, Pagelaran Wayang Kulit tersebut merupakan bentuk sosialisasi media tradisional DPRD Jateng. Tujuannya untuk memberi pendidikan tentang budaya tradisional ke masyarakat, terutama di tengah perkembangan teknologi yang semakin pesat.
“Saat ini kemajuan teknologi luar biasa. Banyak budaya luar masuk. Kita harus nguri-uri budaya agar bangsa ini punya jatidiri. Budaya tradisional ini yang membedakan kita dengan bangsa lain,” katanya.
Sementara itu, Sekdes Suruh, Aan Andrianto mengapresiasi langkah Sumanto yang menggelar pentas wayang kulit secara rutin.
Ia berharap masyarakat bisa mensosialisasikan jadwal pentas wayang kulit dengan cara getok tular sehingga banyak yang menonton.
“Harapannya, banyak yang nguri-uri dan mengerti cerita wayang. Sebab pada zaman digital ini wayang seolah dilupakan,” ujarnya. (Adv/*)