SoloposFM, Pemerintah telah memutuskan untuk melarang aktivitas mudik lebaran tahun 2021. Hal itu berdasarkan hasil keputusan rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy bersama sejumlah menteri dan pimpinan lembaga terkait di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Jumat (26/03/2021).
Kata Muhadjir, aturan resmi tentang larangan mudik akan diatur lebih lanjut oleh Polri dan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Kebijakan melarang mudik lebaran ini, menurut Muhadjir, diambil sesuai arahan Presiden joko Widodo pada 23 Maret 2021. Muhadjir mengatakan, seluruh kementerian dan lembaga akan mempersiapkan komunikasi publik yang baik mengenai peniadaan mudik ini.
Tingginya Kasus Covid-19
Presiden Joko Widodo sebelumnya juga mengingatkan jajaran kepala daerah soal masih tingginya risiko penularan covid-19. Meski saat ini Indonesia terus mengalami penurunan angka harian positif covid-19, dia meminta agar semua pihak tetap waspada.
Jangan sampai, dengan turunnya angka penularan harian ini membuat semua jajaran kepala deerah dan pemerintah lengah, sebab resiko penularan covid-19 masih tetap ada.
Baca juga : Mayoritas Pendengar Solopos FM Mengakui Orang Indonesia Susah Jaga Jarak
Polri akan menggelar Operasi Ketupat seiring dengan keputusan pemerintah untuk melarang mudik Lebaran 2021. Dalam operasi ketupat ini, kepolisian akan melakukan penyekatan wilayah. Saat ini, Polri masih menyiapkan perencanaannya disesuaikan dengan kebijakan pemerintah tersebut.
Adapun Kabag Ops Korlantas Polri Komisaris Besar Rudi Antrasiksawan menyatakan akan melakukan penyekatan di wilayah-wilayah akan dilakukan mirip dengan Operasi Ketupat 2020 lalu. Rudi menjelaskan, pola pengamanan yang dilakukan Polri disesuaikan dengan kebijakan pemerintah dan bersinergi dengan pemangku kepentingan terkait.
Pendapat Pengamat
Djoko Setijowarno, Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata dan Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat, dalam Dinamika, Rabu (31/03/2021), mengungkapkan keputusan pelarangan mudik sebenarnya empiric based on data. Setiap kali selesai liburan panjang, angka penularan covid-19 pasti meningkat signifikan.
“Walaupun pada kenyataannya di lapangan pasti akan ada pelanggaran. Jika tidak dilarang, susah dibayangkan jutaan manusia mudik seperti tidak ada pandemi dan pasti nantinya akan ada ledakan penderita covid baru pasca lebaran. Hal ini secara psikologis akan membuat menurunkan kepercayaan (low trust) terhadap kebijakan pandemic utamanya vaksinasi,” papar Djoko.
Menurutnya supaya berjalan efektif kebijakan pelarangan Mudik Lebaran tahun 2021, sebaiknya Pemerintah dapat menerbitkan PeraturanPresiden. Harapannya semua instansi Kementerian dan Lembaga yang terkait dapat bekerja maksimal.
Dampak lain yang diperkirakan, seperti angkutan umum pelat hitam akan semakin marak. Kendaraan truk diakali dapat digunakan mengangkut orang. Bisnis PO Bus resmi makin terpuruk setelah tahun lalu juga mengalami masa suram. Pendapatan akan berkurang dan menurun drastis. Mudik menggunakan sepeda motor masih mungkin dapat dilakukan. Karena jalan alternative cukup banyak dan sulit dipantau.
Data dari Dinas Perhubungan Jawa Tengah pada saat musim pelarangan mudik lebaran 2020, sebanyak1.293.658 orang masuk ke Jawa Tengah. Potensi mudik lebaran ke Jawa Tengah tahun 2020 diprediksi sebesar5.956.025 orang. Tidak mudik 3.335.374 orang (56%), mudik 2.203.729 orang (37%) dan mudik dini 416.922 orang (7%).
Lebih lanjut Djoko mengungkapkan harus ada perbaikan rencana operasi di lapangan. Tidak seperti tahun lalu hanya mampu menghalau kendaraan roda empat ke atas. Sementara sepeda motor dapat melengang sampai tujuan, karena banyak jalan pilihan yang dapat dilalui.
Opini Pendengar Solopos FM
Hasil polling SoloposFM, pada program Dinamika, Rabu (31/03/2021), menunjukkan 57% responden menilai pelarangan itu tidak akan efektif menahan masyarakat untuk mudik. Namun 43% sisanya optimistis pelarangan akan efektif dilaksanakan.
Berikut sejumlah opini pendengar Solopos FM:
“Sangat efektif asal benar-benar diawasi dengan ketat. Jangan sampai nanti banyak yang mudik sembunyi-sembungi. Mudik nyewa kendaraan plat hitam. Harus ada kerjasama pusat dan daerah pengawasan efektif. Untuk di daerah bisa mengaktifkan Kader Jogo Tonggo,” tulis Hanny.
“Mau mudik ragu dan takut, tapi kalau tidak mudik jadi rindu,” ungkap Sulistyo.
“Buat saya walaupun tidak total tapi paling tidak sedikit mengurangi penyebaran Covid-19. Karena masyarakat kita belum bisa disiplin protokol kesehatan. Apalagi kalau di terminal bus. Emak-emak ribet nggendhong dan nggandeng anaknya. Bapak-bapak menjinjing tas dan kardus bawaan. Pada buru-buru nyari tempat duduk. Kasihan para gardha depan, perawat dan dokter,” papar Diana di Ngawen, Gunungkidul.
“Pelarangan mudik sangat baik jika ada pengawasan dan kontrol yang baik. Jangan sampai menjadi lahan bisnis oknum tertentu. Kalau perlu dilockdown sekalian tidak boleh ada pergerakan orang di waktu tertentu. Buka pos pengecekan di jembatan-jembatan yang menghubungkan antar daerah. Karena kalo tidak terpisah sungai susah kontrolnya, kadang ada pola pikir pemerintah membuat aturan untuk dilanggar, bahkan yang parah ada kebanggaan kalo bisa melanggar,” ungkap Tarsono.
“Pemerintah melarang mudik? Serba salah dan membingungkan. Terserahlah, rakyat bisa apa!,” tulis Sriyatmo.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]