SoloposFM, Masyarakat Indonesia rencananya bisa membeli sendiri vaksin covid-19 secara individu di Kimia Farma. Padahal sebelumnya, Presiden Joko Widodo menegaskan, vaksin Covid-19 gratis untuk seluruh masyarakat.
Kimia Farma mengungkapkan alasan pemberlakuan ini karena dasar hukumnya mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021. Alasan lainnya adalah perluasan program Vaksinasi Gotong Royong demi mempercepat herd immunity.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari PT Bio Farma (Persero) Bambang Heriyanto menegaskan vaksin Covid-19 dalam program ini sama dengan VGR sebelumnya. Vaksin Sinopharm sendiri saat ini ketersediaannya sebanyak 1,5 juta. Dari total jumlah tersebut, sebanyak 500 ribu merupakan hibah dari Pemerintah Uni Emirat Arab.
Kritik Vaksin Berbayar
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Nihayatul Wafiroh mengkritisi vaksin berbayar ini. Menurutnya, penjualan vaksin itu bertentangan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Permenkes Nomor 10 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19.
Baca juga : Stres Kala PPKM Darurat, Psikolog : Cari Teman Bicara, Jangan Diam Saja!
Khususnya di Pasal 7A ayat 4 yang mengatakan vaksin covid yang digunakan untuk pelaksanaan vaksinasi program yang diperoleh hibah, sumbangan atau pemberian baik dari masyarakat atau negara lain dilarang diperjualbelikan.
Diketahui, salah satu vaksin Gotong Royong Individu yang mau dijual itu adalah vaksin Sinopharm. Padahal Indonesia menerima hibah 500.000 dosis vaksin Sinopharm dari Uni Emirat Arab.
Namun, apabila pemerintah mengatakan bahwa yang dijual bukan yang hibah, hal itu pun belum tentu benar. Sebab, tidak ada jaminan jika vaksin tersebut benar-benar bukan hibah.
Khawatirnya lagi, lanjutnya, program ini dimanfaatkan untuk mengeruk keuntungan secara pribadi. Sama seperti yang pernah terjadi yang dilakukan oleh oknum Kimia Farma di Medan yang menggunakan alat rapid test bekas dalam memeriksa pasien untuk mendapatkan untung.
Baca juga : Aksi Sosial Di Tengah Pandemi, Yuk Mulai Dari Yang Terdekat!
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) juga menyoroti praktik vaksin berbayar, yang dijual di apotek apotek tertentu. Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi menyebut, hal itu sangat tidak etis di tengah pandemi yang sedang mengganas. Selain itu, lanjutnya, kebijakan tersebut juga membingungkan masyarakat, mengapa ada vaksin berbayar, dan ada vaksin gratis.
Opini Pendengar SoloposFM
Dalam Dinamika 103 SoloposFM, Rabu (14/7/2021) pendengar SoloposFM mayoritas mengaku tidak setuju dengan vaksin covid-19 berbayar. Sebesar 83% peserta poling mengaku tidak setuju. Sedangkan 13% sisanya mengaku setuju.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Tidak setuju! Bukankah sudah ada anggarannya?” ungkap Tukiyo Nurhadi.
“Tidak setuju! Yang bayar pasti mutunya lebih bagus dari yang gratis. Nanti ada istilah gratis kok jaluk slamet,” papar Muh Syamsudin.
“Gratis saja banyak yang tdak mau apalagi bayar,” tulis Bimo di Kadipiro.
‘Setuju! Yyang membayar untuk yang mampu yang tidak mampu boleh vaksin gratis tapi pemerintah juga memperbaiki sistem distribusi vaksin dan diprioritaskan,” ungkap Agus di Mojogedang.
“Setuju. Dengan vaksin berbayar otomatis tidak berkerumun, karena 1 hari dibatasi 100 sd 500 peserta. Prokesnya lebih baik, pengecekan/interview riwayat kesehatan lebih detail, observasi setelah di vaksin juga lebih lama. Bisa sekeluarga,’ papar Priyanto Sasongko.
“Program vaksin berbayar merupakan agenda yang melanggar asas kemanusiaan, karena semua ini sudah diatur dalam undang-undnag ketika dalam kondisi darurat negaralah yang bertanggung jawab unutk menanggulanginya,” papar Ahmad Sanusi.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]