SoloposFM, Untuk mencegah penyebaran Corona, pemerintah kembali melarang masyarakat mudik Lebaran. Namun, di saat yang sama, pemerintah justru membuka tempat wisata selebar-lebarnya.
Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, paham, kebijakan ini mengecewakan bagi para perantau. Namun, mau tidak mau, kebijakan ini harus diambil. Sebab, angka penularan dan kematian akibat Corona di Indonesia masih tinggi.
Keputusan ini tentu bikin kecewa banyak pihak. Apalagi sebelumnya Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi sempat mengatakan tidak ada larangan mudik. Karena akan ada mekanisme protokol kesehatan ketat yang disusun bersama Tim Satgas Penanganan Covid-19.
Baca juga : Kunjungi Semarang, Program ShopeePay Semangat Usaha Lokal Ajak Pegiat UKM Lokal Kembangkan Bisnisnya
Yang bikin publik makin sakit hati, larangan mudik itu dilakukan saat pemerintah lagi menggembar-gemborkan bakal membuka pintu bagi turis asing untuk masuk ke sejumlah destinasi wisata di Indonesia. Dengan catatan, kasus Covid-19 turun, dan mendapat dukungan negara tetangga.
Masyarakat tetap bisa berwisata selama periode pelarangan itu di domisili masing-masing. Hal itu karena seluruh tempat wisata di Indonesia tetap buka. Meski begitu, tempat wisata yang buka tetap harus mematuhi protokol Kesehatan dan CHSE guna menekan kasus Covid-19.
Opini Pendengar Solopos FM
Hasil polling SoloposFM, pada program Dinamika, Rabu (7/4/2021), menunjukkan mayoritas pendengar Solopos FM memilih tidak mudik namun beralih mengunjungi lokasi wisata. Sebanyak 71% pendengar memilihnya. Sementara 29% sisanya mengaku akan tetap mudik ke kampong halaman.
Berikut sejumlah opini pendengar Solopos FM:
“Logikanya, orang-orang yang mudik pasti orang sehat wal afiat. Kalau ada keluarga yang sakit mana ada yang mau bepergian. Mbok dipermudah saja aturannya. Kasihan bagi kaum boro yang lama tak bisa Lebaran di desanya,” ungkap Sriyatmo.
“Saya pilih nggak mudik dan nggak liburan juga. Karena pasti semua tempat wisata akan penuh orang. Jelas akan susah menerapkan jaga jarak,” tulis Dewi.
“Liburan saja yang dekat-dekat. Lumayan buat refreshing, tapi tetep cari tempat yang prokesnya ketat,” ungkap Ary.
Pendapat Sosiolog
Ahmad Romdon, Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret, dalam Dinamika (7/4/2021) mengungkapkan larangan mudik dan pelonggaran tempat wisata adalah dua hal yang berbeda. Larangan Mudik ada di skala nasional sementara pelonggaran tempat wisata merupakan kebijakan masing-masing daeran.
“Perumpamaannya adalah orang Palur boleh berwisata ke Jurug. Namun orangt Jakarta tidak boleh mudik ke Palur. Seperti itu perbedaannya. Harus diakui usai lebaran adalah angka kritis kasus karena problemnya adalah mobilitas masyarakat. Jika kasus Covid-19 landai, akan mendorong kebijakan yang lain. Juni atau Juli akan dilihat angka kasusnya. Jika landai tentu sekolah bisa kembali dibuka,” paparnya.
Ahmad Romdon meminta masyarakat menyadari jika saat ini pandmei belum selesai. Untuk itu, kuncinya adalah penegakan protocol eksehatan.
“Prokes harus ketat. Kita harus beradaptasi dengan banyak hal baru. Bagi yang tetap ingin berwisata, ya silahkan. Asalkan tidak lupa untuk disiplin protokol kesehatan,” pungasnya.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]