SoloposFM, Setiap tanggal 2 Oktober, Indonesia memperingati Hari Batik Nasional. Sejumlah perayaan digelar baik secara langsung maupun kampanye di media social. Itulah kenapa banyak yang menyebut jika Oktober adalah Bulan batik.
Hari Batik Nasional merupakan salah satu peringatan tahunan yang diselenggarakan dengan tujuan memaknai batik sebagai kekayaan budaya yang dimiliki Indonesia. Perayaan Hari Batik Nasional dimulai sejak UNESCO menetapkan batik sebagai warisan kemanusiaan untuk budaya lisan dan nonbendawi.
Baca juga : JDC AMSI 2021, Bertahan Dan Menjadi Tangguh Di Era Digital
Sementara itu, saat ini pengusaha dan pembatik tengah berjuang di tengah pandemi COVID-19. Pandemi yang terjadi memukul usaha batik termasuk bergerak di usaha mikro kecil dan menengah (UMKM).
Optimisme Pengusaha Batik Solo
Di Solo, peringatan hari batik dilakukan dengan sejumlah kegiatan, diantaranya Srawung batik. Alpha Febela Priyatmono, Penggagas Kampung batik Laweyan yang juga Pemilik Batik Mahkota Laweyan, dalam program Dinamika, Senin (04/10/2021), mengungkapkan sebelum pandemic, banyak kegiatan yang dilakukan jelang hari batik. Namun saat ini, sejumlah kegiatan rutin memang belum bisa dilakukan.
“Kampung Batik Laweyan diresmikan 25 September2004. Diantara tanggal tersebut hingga Hari batik 2 ktober, bisanya banyak agenda seperti festival Laweyan. Kegiatan di masa pandemi tidak sebebas dulu. Namun tahun ini Dinas Pariwisata Solo menyelenggarakan Srawung Batik, bergerak dari kampung ke kampung. Pada 2 Oktober di Kampung Bati Kauman dan pada 3 Okteber di Laweyan,” papar Alpha.
Baca juga : JDC AMSI 2021 : Pentingnya Transaksi Cerdas di Era Digital Bagi Masyarakat dan UMKM
Lebih lanjut dia mengungkapkan, dari sisi ekonomi, pandemi sangat berpengaruh ke penjulan batik. Namun peringatan hari batik, dan banyaknya kegiatan terkait hari batik di bulan Oktober, membuat Alpha optimistis penjualan produk batik akan meningkat.
“Pengrajin dan pengusaha batik memang dituntut untuk melakukan inovasi. Rangkaian perayaan ini jelas akan berpengaruh ke penjualan, apalagi Covid-19 juga sudah mulai terkendali. Kami optimistis penjualan akan meningkat. Harapannya batik bisa bangkit kembali menjadi komoditi ekonomi,” pungkasnya.
Opini Sobat Solopos
Sobat Solopos dalam program Dinamika, Senin (04/10/2021), mayoritas mengaku sudah sering mengenakan batik. Sebanyak 67% Sobat Solopos sudah mengenakannya. Sedangkan 33% sisanya mengaku belum sering mengenakan batik.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Berbicara masalah batik, perlu edukasi dulu. Beda batik dan kain motif batik. Karena itu hal yang basic. Sekarang orang pada pakai baju degnan kain bermotif batik tapi pede abis bilang pakai batik,” ungkap Ningsih.
“Saya penyuka kain batik dan suka memperhatikan pemakai pakaian batik dan saya juga penjahit kecil-kecilan yang sering bikin pakaian batik. Menurut pribadi saya sendiri motif batik ada bahasanya dan motifnya sendiri, jadi saya lebih suka memakai batik tanpa dimodifikasi atau tambahan aplikasi atau tambahan kain yang lain, karena lebih terlihat nyanggit dan alur yang terlihat tertata bagus,” Sri Almi.
“Alhamdulillah, batik saya yang beli tahun 1995 sampai saat ini warna corak tidak luntur dan layak dipakai sampai saat ini,” ungkap Sutarto.
“Saya suka mengenakan batik bukan hanya saat jagong manten, hari Jum’at saat ngantor bahkan sering saya pakai saat rapat di perumahan/pergi ngemall, rekreasi/piknik. Saking cinta dengan baju batik menjadikan koleksi baju batik saya lebih dari 65 kemeja. Dengan mengenakan batik secara tidak langsung ikut melestarikan budaya bangsa kita yang sudah ada sejak dulu,” tulis Sriyatmo.
“Bagi saya batik adalah sesuatu yang elegan, anggun, miyayeni terutama seperti sidomukti, parang, truntum, tirtateja dan masih banyak lagi. Walaupun saya asli Surabaya tapi saya pecinta batik karena sudah 40 tahun di Jogja dan memang seneng aja pakai batik pokoknya cantik batik-batik kita,” Diana.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]