Radio Solopos – Yayasan Gita Pertiwi bersama Badan Perakitan dan Modernisasi Pertanian (BRMP) Jawa Tengah dan PT Sarihusada Generasi Mahardhika (SGM) menggelar panen raya padi dengan inovasi pupuk organik bersama petani di Desa Sanggrahan, Prambanan, Klaten, beberapa waktu lalu.
Acara panen raya yang melibatkan puluhan petani tersebut juga diisi dengan sarasehan. Tampil sebagai pembicara masing-masing Kepala BRMP Jawa Tengah, Soeharsono, Facility Service & Stakeholder Relations Manager PT SGM, Syarif Karnadi dan Direktur Program Gita Pertiwi, Titik Sasanti.
Direktur Program Gita Pertiwi, Titik Sasanti, mengatakan pupuk organik adalah jaminan pangan sehat yang berkelanjutan.
“PR kami tidak hanya menjamin pangan tapi menjamin produksi pangan sehat yang berkelanjutan. Jadi tidak semata-mata ketahanan pangan melainkan jaminan pangan dari sisi lingkungan, ekonomi, dan sosial budaya,” katanya seperti dikutip Radio Solopos saat sarasehan di sela-sela panen raya.
Ia menyebutkan, uji coba pupuk organik terbukti meningkatkan produktivitas tanaman.
Perinciannya, produksi tanaman jagung meningkat 5%, sayur-sayuran bisa meningkat lebih dari 10%. Menurutnya, peralihan dari pupuk kimia ke pupuk organik dilakukan secara bertahap.
“Kita tidak mengubah keseluruhan ke organik, tapi perlahan-lahan saat ini dikurangi dari pupuk kimianya sekitar 30%, nanti naik lagi, naik lagi sampai bisa 100%,” tambahnya.
Acara sarasehan panen raya di Klaten itu menyoroti capaian sektor pertanian sekaligus inovasi pupuk organik berbasis produk samping dan energi ramah lingkungan.
Kepala BRMP Jawa Tengah, Soeharsono, menyampaikan bahwa selama kurun 10 tahun, capaian tertinggi pertanian di Jawa Tengah sudah mencapai 4 juta ton per tahun.
Ia menegaskan pentingnya pemanfaatan produk samping seperti limbah kayu, kemasan susu, sekam, hingga arang sekam.
“Ketika produk samping bisa dimanfaatkan dengan baik, yang mana berbasis bahan organik, jadi bukan karena limbah tapi dari produk samping,” ujarnya.
Menurutnya, arang sekam yang memiliki kandungan karbohidrat tinggi dapat diformulasikan menjadi pupuk organik melalui fermentasi sehingga menghasilkan mutu di atas standar SNI.
“Jadi formulasi khusus dengan proses fermentasi menghasilkan sebuah produk organik yang mutunya di atas standar SNI,” kata Soeharsono.
Ia juga mengingatkan agar petani menghindari penggunaan pestisida berlebihan.
“Ketika di lahan ada pestisida tiap hari maupun tiap saat, saya jamin produknya tidak ramah lingkungan atau tidak sehat, karena di dalamnya ada logam berat, senyawa aktif, yang mana bisa terdeposit yang ada di jaringan makanan ataupun di berasnya maka tidak baik,” tegasnya.
Komitmen PT SGM
Facility Service & Stakeholder Relations Manager PT SGM, Syarif Karnadi, memaparkan komitmen perusahaan terhadap lingkungan melalui pemanfaatan energi bersih.
“Kampanye pertama adalah ASI, dari tahun ke tahun kami fokus ke sosial, yakni CSR, untuk melaksanakan kegiatan tentunya pemberdayaan untuk masyarakat setiap kali melihat komunitas yang meningkat,” ujarnya.
Ia menjelaskan penggunaan teknologi CNG (Compressed Natural Gas) serta pemanfaatan sekam dari Klaten sebagai sumber energi.
“Sumber sekam 24% berasal dari Klaten, yang mana bio massa zero dari karbon, bahan baku utama dari Klaten 24%, limbah abu sekamnya bisa dimanfaatkan ke pupuk organik, yang kemudian dimanfaatkan oleh pabrik, yang kemudian menjadi sirkular ekonomi yang kami banggakan, tujuan kami melakukan inovasi sesuai visinya One Planet, One Health,” ucap Syarif.
Petani Desa Sanggrahan, Wahyu Rohadi, menceritakan awal peralihan dari pupuk kimia ke organik.
“Pada itu awalnya adalah jagung terus kita seneng, berlanjut, terus akhirnya kita urus sendiri oleh Kelompok Tani Rejeki Subur, yang dari program tersebut kami sepakat membuat nama KISUMI,” ujarnya.
Petani muda, Endar, juga berbagi pengalaman menggunakan pupuk KISUMI.
“Pengalaman saya menggunakan pupuk Kisumu adalah awet, cuman kalau tidak diimbangi dengan kimia kurang, untuk palawija juga bagus,” katanya.
Ia menambahkan motivasinya terjun ke pertanian.
“Yang memotivasi saya adalah untuk mengisi waktu luang ketika libur, atau malemnya itu bisa kumpul. Pesan untuk rekan-rekan muda mudi jangan malu untuk jadi petani karena kalau bukan kita yang meneruskan kalau bukan kita siapa lagi, karena yang tua-tua udah pensiun,” ujarnya.
Acara ditutup dengan testimoni Miyata, seorang sarjana budidaya terong. Ia mengaku mendapatkan banyak keuntungan dari budidaya terong ungu.
“Budidaya terong ungu panen dalam waktu sebulan lebih dan mendapatkan keuntungan sebesar Rp25 juta.”
Sarasehan ini menjadi bukti bahwa sinergi antara lembaga riset, korporasi, LSM, dan petani mampu mendorong pertanian Klaten menuju model yang lebih berkelanjutan, inovatif, dan diminati generasi muda.