SoloposFM – Pemerintah Kota Solo melonggarkan aktivitas warga di mal dan tempat wisata Kota Solo dengan meniadakan batasan usia. Aturan pembatasan usia bisa berubah saat evaluasi mengenai situasi Covid-19 di Kota Solo setiap dua pekan.
Berdasarkan Surat Edaran (SE) Wali Kota Solo No.67/1653 tentang perpanjangan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat berbasis mikro dan mengoptimalkan peran tugas tingkat kelurahan untuk pengendalian Covid-19. Tidak ada larangan balita memasuki mal, tempat wisata, dan taman bermain.
Bagi pelaku usaha yang tidak melakukan pembatasan usia resiko tinggi wajib mendapat persetujuan Satgas Penanganan Covid-19 Kota Solo terkait standar operasional prosedur.
Sedangkan SE Wali Kota Solo sebelumnya, ada larangan balita, ibu hamil, dan orang lansia masuk pasar tradisional, tempat wisata, pusat perbelanjaan, dan taman bermain. Kelompok tersebut dilarang berkumpul atau berkontak fisik di tempat umum.
Pilih Tidak Nge-mal
Meski Pemkot Solo sudah melonggarkan aktivitas warga di mal dan tempat wisata, ternyata masih banyak masyarakat yang tidak tergoda untuk nge-mal. Hal itu setidaknya terlihat dari hasil poling dalam sesi Dinamika 103, Jumat (4/6). Sebanyak 71% Sobat Solopos mengaku tidak terdorong untuk nge-mal meski sudah ada pelonggaran.
Seperti disampaikan Sobat Solopos, Liona, “Nggak usah nongkrong di mal. Ke mal kalau emang ada yang dibutuhkan atau dicari saja.”
Hal senada disampaikan, Anton, “Saya pilih nggak nge-mal dulu lah, demi keamanan bersama. Kecuali memang ada sesuatu yang harus dibeli di mal dan nggak perlu berlama-lama.”
Pendapat lain disampaikan Sasongko, “Saya dan istri sudah terbiasa masuk mal, biasanya seminggu sekali. Penerapan protokol kesehatan di mal yang ada di Solo Baru atau SGM sudah cukup bagus kok. Mau masuk mal harus cuci tangan, dicek suhu tubuh, dan di tiap tenant atau sudut juga disediakan hand sanitizer. Hanya saja yang paling ramai di food court. Kalau saya pilih makan yang di ruangan terbuka saja.”
Libatkan Masyarakat
Sementara itu, menurut Sosiolog dari Universitas Sebelas Maret, Dr. Supriyadi, S.N., S.U., dari sisi pemerintah kota, Wali Kota Solo saat ini melakukan government image dalam langkah pengendalian Covid-19. Menurutnya, dalam hal ini sense of crisis-nya bagus. Karena melihat jumlah kasus yang cenderung melandai, mal dan tempat wisata dibuka tanpa batasan usia, sedangkan pasar tradisional masih dibatasi.
Namun, menurutnya supaya government image itu terjaga dengan baik, harus ada management crisis yaitu salah satunya melibatkan masyarakat.
Supriyadi mengatakan dalam perencanaan, pemkot seharusnya tidak hanya melibatkan satgas tapi juga masyarakat terkait. Misalnya di pasar, pemkot dan satgas harus melibatkan pedagang pasar dengan membuat klaster-klaster pedagang sebagai bentuk pengawasan berbasis pedagang. Kemudian kafe atau tempat makan di mall, dibuat klaster-klaster pengelola kafe atau tempat makan, untuk ikut bertanggung jawab dalam menjaga keamanan dan penerapan protokol kesehatan di tempat kegitannya.
“Jadi tidak hanya berhenti di kebijakan dan surat edaran. Kalau tidak melibatkan masyarakat tidak akan ada manfaatnya. Itu semacam re-empowerment atau memberdayakan masyarakat,” tutur Supriyadi.
Menurutnya, yang paling penting satgas harus terus menerus memantau dan mengingatkan untuk selalu menerapkan prokes. “Yang dipantau pedagang atau pemilik tempat usahanya. Pemilik bertanggung jawab terhadap keamanan kegiatan di tempat usahanya,” tambahnya.
[Diunggah oleh Mita Kusuma]