SoloposFM, Pepadi dan Dinas Kebudayaan Kota Solo mempersembahkan pagelaran spektakuler wayang kulit dengan Lakon Pandhawa Syukur. Pagelaran ini disajikan di Pedhapi Gedhe Balaikota Surakarta, Kamis (15/8/2019) malam hingga dini hari dan di hadiri Wakil Walikota Dr. H. Achmad Purnomo, Apt. Lakon Pandhawa Syukur dibawakan pegiat wayang andalan Kota Solo, Ki Rustomo Mukti S,Sn dan Ki Dr. Suyanto, S.Kar., MA, dalam rangka ulang tahun Kemerdekaan Indonesia ke-74 dan diperkuat Karawitan Jurusan Pedalangan ISI Solo.
Sebagaimana rilis yang diterima Solopos FM, Ketua Pepadi Prof. DR. Sarwanto M.S., S.Kar., M.Hum mengatakan kegiatan tersebut digelar sebagai bentuk ungkapan syukur sekaligus memperingati HUT ke-74 RI dengan cara melestarikan budaya tradisional Indonesia.
“Ini merupakan bentuk ungkapan syukur, komitmen menjalankan program dan ingin terus menunjukkan apresiasinya terhadap terhadap kekayaan budaya tradisional Indonesia,” papar Sarwanto.
Menurut Sarwanto sinopsis dari pagelaran ini mengisahkan kondisi pasca meninggalnya Prabu Pandhudewanata, Pandhawa harus menjalani hidup sengsara di kerajaan Hastinapura. Setelah dibakar hidup-hidup di Bale Waranawata, Pandhawa harus menjalani hidup terlunta-lunta di dalam hutan. Justru pengalaman selama hidup di hutan itulah yang membuat Pandhawa menjadi semakin dewasa. Pada akhirnya, Prabu Destrarastra berkenan memberikan sebuah hutan Wanamarta untuk dibangun istana kepada Pandawa. Dalam babat hutan Wanamarta, Pandahawa harus menyingkirkan kerajaan Jim Amarta.
“Setelah selesai pembangunan Istana, dan kerajaan Amarta menjadi besar, maka Kunthi mengingatkan Pandhawa agar melaksanakan tradisi para leluhur yaitu mengadakan sukuran sesaji raja suya,” jelas Sarwanto.
Di sisi lain, ada seorang raja raksasa yang bernama Jarsandha yang berniat mengadakan sesaji raja rudra yang syaratnya adalah membunuh 1000 orang raja sebagai sajennya. Akhirnya Jarasandha berhasil dibunuh oleh Bima. Dan tawanan raja pun menjadi saksi pergelaran raja suya.
Sementara itu, Dr. Suyanto, S.Kar., MA mengatakan, pesan inti yang di sampaikan dalam lakon sebagai seorang penguasa atau raja yang siap menjadi harus siap merangkul semua raja-raja di sekitarnya.
“Jadi Puntadewa atau Pandhawa jadi raja tidak semata-mata untuk dirinya atau keluarga sendiri tetapi dalam arti kekuasaan itu untuk hidup bersama untuk Memayu hayuning bawono (memperindah keindahan dunia),” cetusnya.
Harapan dengan lakon ini terhadap generasi muda, supaya ke depan generasi muda lebih menteladani karakter tokoh-tokoh pandawa terutama dalam hal berjuang, di terpa berbagai masalah, cobaan tapi karena kegigihannya, keyakinannya kepada sang kuasa dan berpegang teguh pada kejujuran akahirya apapun yang menghalangi bisa disingkirkan dan sukses.
Strategi yang tepat mensikapi sajian wayang kulit masa kini, kuncinya itu pada cara pandang dalang bahwa wayang itu karya seni jangan stagnan, harus bergerak, disesuaikan zaman dengan prinsip nilai tetap harus bermanfaat bagi masyarakat.
“Wayang itu tidak harus seperti ini seperti itu, tetapi wayang itu mengikuti zamannya, dalangnya harus kreatif, melihat situasi zaman, cara penyampaian atau penyajian, dalang itu harus dinikmati penonton jangan dinikmati sendiri,” pungkas Suyanto.
[Avrilia Wahyuana]