SoloposFM, Kementerian Ketenagakerjaan bersama Dewan Pengupahan Nasional mengkaji penentuan upah minimum tahun 2022 dalam Forum Koordinasi Persiapan Penetapan Upah Minimum Tahun 2022. Kebijakan pengupahan masuk dalam program strategis nasional setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai turunan dari Undang Undang Cipta Kerja.
Penetapan pengupahan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan pengusaha dan serikat pekerja. Formulasi penghitungan nominal UMK mengacu pada aturan baru, pembahasan nominal UMK dilaksanakan pada akhir November.
Instrumen penghitungan upah seperti rasio paritas daya beli, tingkat penyerapan tenaga kerja, hingga median upah. Sedangkan laju inflasi atau pertumbuhan ekonomi masih dipakai sebagai instrumen penghitungan upah namun menggunakan laju inflasi atau pertumbuhan ekonomi provinsi, bukan kabupaten/kota.
Perubahan Rumus Penghitungan
Wahyu Rohadi, Ketua SPSI (Serikat Pekerja Seluruh Indonesia) Surakarta dalam program Dinamika, Rabu (27/10/2021), mengatakan rumus penghitungan UMK berubah seiring penerapan regulasi baru yang menjadi turunan UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja. Namun dia menilai, formulasi penghitungan upah tak sesuai kondisi riil berdasar hasil survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di pasar tradisional.
Dewan pengupahan kota Solo hingga saat ini belum mengadakan rapat. Ini yang kami pertanyakan. Padahal aturan baru lebih rumit lagi karena ada beberapa varian untuk penentuan upah. Mislanya dihilangkannya upah minimum sektoral, dan adanya upah minimum untuk usaha mikro yang sekarang agak rumit. Jangan sampai Seolah-olah pembahasan UMK dilaksanakan saat injury time atau batas waktu penentuan nomimal UMK yang harus diusulkan kepada Gubernur Jawa Tengah,” ujarnya.
Baca juga : 5 Rekomendasi Alokasi Gaji Untuk Kaum First Jobber
Wahyu juga menegaskan, pandemi Covid-19 tidak boleh jadi alasan UMP tidak naik secara layak. Kesejahteraan buruh harus diperhatkan.
“Dalam kondisi sekarang upah naik 10% tidak cukup signifikan untuk buruh Soloraya. Merujuk di Jawa Barat dan Surabaya, upah Soloraya paling rendah. Padahal Solo bukan kota kecil dan tidak miskin. Mungkin benar jika banyak investor masuk karena upah rendah. Tapi jangan sampai kesejahteraan buruh dikorbankan! Pemkot Solo dalam hal ini Mas Wlai Gibran, mohon lihat kondisi buruh yang masih memprihatinkan,” pungkass Wahyu.
Opini Sobat Solopos
Sobat Solopos dalam program Dinamika, Rabu (27/10/2021), mayoritas menuntut UMP naik pada 2022. Sebanyak 80% Sobat Solopos menginginkan UMP naik. Sementara 20% sisanya menilai UMP 2022 wajar tidak naik karena masih dalam kondisi pandemi Covid-19.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Sangat setuju dengan yang disampaikan Pak Wahyu. Pandemi jangan dijadikan alasan untuk tidak menaikkan UMK sesuai ketentuan. Apalagi kondisi ekonomi di tahun ini juga sudah berangsur membaik. Jadi harus dipertimbangkan betul yang adil dan sesuai,” ungkap Didit.
“Membahas UMK Solo memang bikin ngelus dada. Kota yang berkembang tapi UMK rendah. Bahkan masih banyak yang digaji tidak layak masih jauh dari UMK. Mas Wali ditunggu actionnya menyelesaikan ketimpangan ini,” tuntut Arif.
“Kalau wajar atau tidak, ya wajar saja tidak naik.Tapi harus diimbangi dengan kestabilan harga kebutuhan tidak naik juga. Tapi jujur, kalau saya pilih harga pangan stabil, biaya pendidikan juga tidak naik, pajak-pajak juga tidak naik. Pokoknya biaya kebutuhan hidup yang primer bisa stabil,” ungkap Nur Syamsiah.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]