SoloposFM – Belakangan ini mencuat wacana legalisasi ganja untuk pengobatan dan medis di Indonesia. Wacana ini kembali muncul usai seorang ibu bernama Santi Warastuti, menyuarakan aspirasinya di acara Car Free Day DKI Jakarta yang meminta pertolongan ketersedian ganja medis bagi anaknya yang mengidap cerebral palsy.
Wacana legalisasi ganja untuk keperluan medis ini pun memunculkan pro dan kontra. Apalagi sampai saat ini penggunaan ganja untuk kepentingan medis masih dilarang oleh undang-undang.
Selain faktor keamanan, penggunaan ganja untuk kepentingan medis ini dikhawatirkan akan meningkatkan penyalahgunaan ganja di Indonesia, jika pengawasannya tidak dilakukan secara ketat.
Menanggapi ini, Kementerian Kesehatan RI segera menerbitkan regulasi yang mengatur riset terkait tanaman tersebut.
“Kita sudah melakukan kajian (ganja), nanti sebentar lagi akan keluar regulasinya untuk kebutuhan medis,” beber Menkes Budi dalam agenda diskusi bersama wartawan di Gedung Kemenkes, Jakarta Selatan, Rabu (29/6/2022).
Menkes Budi menjelaskan nantinya regulasi itu digunakan untuk mengontrol seluruh fungsi proses penelitian, yang mengarah pada pengembangan ilmu pengetahuan di dunia medis.
Dikutip dari ANTARA, regulasi tentang penelitian ganja ini berdasar pada Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Pada Pasal 12 ayat 3 dan Pasal 13 aturan itu disebutkan, ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggara produksi dan/atau penggunaan dalam produksi dengan jumlah yang sangat terbatas untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi diatur dengan peraturan menteri.
Baca juga: Vaksinasi PMK Jelang Idhul Adha
Perlu Ada Kajian Sebelum Dilegalkan
Menurut dr. Tonang Dwi Ardyanto, SpPK, PhD, dokter dari RS Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, penggunaan ganja medis untuk pengobatan haru dilakukan dengan sangat hati-hati karena ada resiko ketergantungan.
“Zat psikotropika pasti ada efek adiksinya. Makanya dalam pengobatan pihak dokter pasti akan memberikan obat-abatan lain semaksimal dan seoptimal mungkin. Kalau tidak terpaksa sekali obat-obat yang mengandung zat psikotropika seperti itu tidak akan digunakan. Kalaupun terpaksa digunakan harus dengan pengawasan yang ketat dari dokter,” kata Tonang.
Ia menambahkan bahwa dibutuhkan kajian-kajian anilisis sebelum legalisasi ganja medis diterapkan.
“Pada prinsipnya terapi harus dengan manfaat yang sebesar-besarnya dengan resiko yang sekecil-kecilnya. Makanya dibutuhkan kajian-kajian anilisis itu tadi. Di Indonesia pun sampai saat belum ada atau belum diijinkan penggunaan ganja medis,” tambahnya.
Tonang juga mengimbau agar masyarakat mengembangkan sikap rasional dalam menyikapi informasi yang beredar, termauk terkait wacana legalisasi ganja medis. Ia menyarankan agar masyarakat menanyakan pada ahlinya, dan tidak mudah terpengaruh dengan opini-opini yang berkembang.
Baca juga: Bus Ekonomi Makin Tergilas Zaman, Berapa Banyak Penumpang Yang Masih Setia?
Mayoritas Setuju
Dari polling yang melalui Instagram Solopos FM @SoloposFMSolo, sebanyak 67% Sobat Solopos menyatakan setuju dengan legalisasi ganja medis, sedangkan 33% lainnya menyatakan tidak setuju.
Sejumlah opini pun disampaikan Sobat Solopos dalam Dinamika 103, Senin (4/7/2022).
“Menanggapi wacana legalisasi ganja medis, dari pandangan saya sejujurnya kurang setuju, tapi bukan berarti tidak setuju. Mungkin jika nantinya ganja dilegalkan semoga penggunaan ganja tersebut dapat dipertanggungjawabkan,” kata Riska.
Sementara menurut Endang, “Saya setuju untuk penggunaan darurat dan sangat diperlukan untuk pasien dengan pengawasan ketat.”
“Sebagai seorang mantan paramedis, melihat pasien yang begitu menderita dengan membutuhkan obat yang diantaranya ganja, kasihan banget. Makanya semoga Indonesia segera bisa mengesahkan legalitas pemakaian ganja sebagai pengobatan. Tentunya dengan pengawasan ketat,” tutur Diana.