SoloposFM – Pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan cukai rokok 12,5 persen pada 2021. Kenaikan cukai tersebut mulai berlaku pada 1 Februari 2021.
Penetapan ini dilakukan pemerintah dengan mempertimbangkan berbagai hal, mulai dari sisi kesehatan, tingkat merokok masyarakat, terutama ibu-ibu dan anak yang terus meningkat, hingga kondisi keuangan negara.
Prevalensi merokok anak di Indonesia memang sudah sangat tinggi, mencapai 8,5 persen. Padahal target dari RPJMN 2020 hanya 5,8 persen.
Artinya target menurunkan prevalensi merokok pada anak menjadi sangat penting, dan kenaikan cukai rokok dinilai bisa menjadi instrumen efektif untuk itu.
Meski demikian, tidak semua golongan atau jenis rokok dinaikkan tarif cukainya. Hanya jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Tangan (SPT) yang tarif cukainya naik.
Untuk kategori SKM cukainya naik 13,8%-16,9% tergantung golongan, sementara untuk SPT naik 16,5%-18,4%.
Kenaikan tarif cukai rokok sebesar 12,5% ini sempat mendapatkan penolakan dari petani tembakau, terutama di tengah kondisi Covid-19 saat ini.
Pendapat Pendegar
Kebijakan pemerintah menaikkan cukai rokok untuk mengurangi tingkat merokok masyarakat memang memunculkan pro dan kontra.
Berdasarkan polling dalam sesi Dinamika 103, Selasa (2/2/2021), sebanyak 93 persen pendengar Solopos FM menyatakan tidak yakin kenaikan cukai rokok akan mengurangi perokok aktif.
Hal itu salah satunya disampaikan Ary di Karanganyar. Menurutnya, kenaikan cukai rokok tidak akan mengurangi jumlah perokok aktif, karena rokok sifatnya adiktif.
Ia mengatakan, “Banyak perokok aktif lebih memilih tidak makan nasi daripada tidak merokok. Faktor lingkungan dan gaya hidup juga sangat berpengaruh terhadap banyaknya perokok aktif.”
“Selain semua faktor itu juga karena kurangnya kesadaran perokok aktif akan arti pentingnya kesehatan di masyarakat,” tambahnya.
Hal senada disampaikan Kartiman, “Saya tidak yakin cukai rokok naik mengurangi perokok aktif. Beberapa bulan terakhir ini musim banget/trend remaja merokok dengan racikan tembakau sendiri dengan berbagai macam rasa.”
Menurutnya, justru perokok khususnya remaja malah meningkat seiring banyak yang jual tembakau dari jenis dan aroma berbagai macam dan asal tembakau dari berbagai daerah.
Pendapat lain disampaikan Sulung, “Tiru negara lain. Penjual rokok harus ada ijin jual seperti jual alkohol. Setiap pembeli harus benar-benar (berusia) 18+. Tapi sayangnya kalau di kita malahan anaknya suruh beli rokok di warung.”
[Diunggah oleh Mita Kusuma]