SoloposFM, Batik adalah salah satu warisan budaya Indonesia yang diakui oleh UNESCO. Dari pelbagai macam motif batik, ternyata ada loh batik khusus yang nggak boleh dikenakan sembarang orang. Apa aja sih, Sob?
Dikutip dari Tradisinesia, batik merupakan kain yang dilukis menggunakan canting yang berisi cairan lilin malam. Warnanya dan motifnya beragam dan sangat cantik. Karena alasan ini, nggak heran kalau batik selalu laris dan punya pangsa pasar tersendiri.
Baca juga: Di Balik Nama yang Mirip, Ini Kaitan Sejarah Kartasura dan Surakarta!
Di Indonesia, batik sudah ada sejak lama, tepatnya sejak zaman kerajaan. Awalnya dikerjakan terbatas dalam keraton dan hanya dipakai oleh orang-orang istimewa seperti raja, keluarga, atau kaum bangsawan. Kini, batik telah berubah menjadi identitas bangsa dan bisa dipakai siapa saja.
Sejak UNESCO menobatkan batik sebagai warisan budaya Indonesia, nama batik semakin terkenal di kancah internasional. Bahkan, pada 2014, Yogyakarta dinobatkan sebagai Kota Batik Dunia oleh World Craft Council atau Dewan Kerajinan Dunia.
Walaupun begitu, ternyata batik khas Yogyakarta memiliki sejumlah motif yang nggak bisa dipakai oleh sembarang orang, Sob. Tradisi soal batik dengan motif tertentu yang hanya bisa dipakai sejumlah orang ini masih dipegang oleh Keraton Yogyakarta.
Cerita Motif Batik Larangan
Motif-motif batik yang diatur penggunaannya ini disebut sebagai Awisan Dalem. Konon, ada alasan bersifat spritual, religius, atau bahkan magis yang membuatnya nggak boleh dipakai sembarang orang di dalam keraton.
Pelbagai macam batik Awisan Dalem itu antara lain; Parang Rusak Barong, Parang Rusak Gendreh, Parang Klithik, Semen Gedhe Sawat Gurdha, Semen Gedhe Sawat Lar, Udan Liris, Rujak Senthe, Parang-Parangan, Cemukiran, Kawung, dan Huk.
Menariknya nih, Sob! Setiap kali ada pergantian sultan, bisa jadi aturan soal motif batik ini juga berubah. Contohlah, motif Parang Rusak dikenal sebagai motif batik pertama yang masuk dalam Awisan Dalem, Sob.
Kemunculan motif larangan Parang ini ternyata punya dua versi cerita loh, Sob. Untuk versi pertama, batik motif Parang berbentuk pedang kabarnya hanya boleh dikenakan para ksatria yang berperang. Sementara di versi kedua, disebutkan kalau motif Parang terinspirasi dari ombak laut selatan yang menerpa karang.
Meski berbeda versi, makna motif batik Parang ini cukup dalam. Yakni seorang raja harus berhati-hati dalam bertindak, bijaksana, dan mampu mengendalikan diri.
Lain lagi dengan motif Kawung, motif berpola geometris dengan empat bentuk elips yang mengelilingi satu pusat. Dalam budaya Jawa, motif ini diberi nama lain yakni keblat papat lima pancer yang memiliki makna sumber tenaga alam atau empat penjuru mata angin. Motif Kawung juga berbentuk seperti bunga teratai yang sedang bermekaran cantik. Bunga memiliki makna kesucian. Jadi, orang yang memakai batik motif ini diharapkan bisa memberikan manfaat bagi lingkungan sekitar.
Pembuatan Batik Larangan yang Sakral
Sobat, proses pembuatan batik larangan di Keraton Yogyakarta masih dilakukan dengan memperhatikan aturan tradisi. Seperti pembuatan batik motif Parang dan Kawung masih menggunakan pewarna alami dari tanaman soga.
Hal ini membuat batik dengan motif ini memiliki warna cokelat kekuningan yang khas. Bahkan, ada hal lain yang harus diperhatikan, yakni adanya ritual sebelum mulai membatik motif larangan. Contohnya dalam pembuat harus berpuasa satu minggu sebelumnya. Menarik ya, Sob?
Meskipun terdapat gap karena hanya orang tertentu yang bisa memakainya, keberadaan motif batik larangan ini tetap menjadi tradisi yang harus dilestarikan karena kaya akan kesakralan dan nilai luhurnya, Sob.
[Disusun oleh Genis Dwi Gustati]