SoloposFM–Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta telah menjadi topik pembicaraan seru selama beberapa waktu terakhir, baik di media maupun masyarakat. Bahkan keseruan itu ditambah dengan fakta bahwa banyak warga non DKI yang juga turut larut membahasnya dalam berbagai ruang publik. Tak berlebihan bahwa ini merupakan Pilkada yang paling menarik perhatian sepanjang pelaksanaan berbagai Pilkada di berbagai daerah.
Kehebohan Pilkada Jakarta bukan hanya menjadi monopoli media lokal, media asing pun tak kalah dalam memberitakan Pilkada DKI. Dikutip Antaranews, Rabu (19/4/2017), mayoritas media asing menuliskan Pilkada Jakarta sebagai ujian bagi demokrasi dan pluralisme Indonesia. Sebagian lain menuliskan Pilkada Jakarta 2017 sebagai batu loncatan menuju kursi RI1 pada 2019.
Kantor Berita Reuters, pada Rabu (19/4/2017) menulis, “Pilkada Jakarta merupakan ujian bagi demokrasi dan toleransi beragama di Indonesia. Dan sebagai pusat pemerintah dan bisnis, ajang Pilkada juga menjadi barometer untuk pemilihan presiden 2019”.
Topik mengenai Pilkada DKI ini juga pernah dimuat di The Guardian edisi Februari 2017 dalam artikel bertajuk “Battle for Indonesias largest city: all you need to know about elections in Jakarta.” Artikel itu mengulas mengapa pilkada di ibu kota menjadi penting.
“Memenangi pemilu gubernur dilihat sebagai batu loncatan tak resmi untuk menjadi presiden. Presiden saat ini, Joko Widodo pindah dari posisi gubernur Jakarta ke kantor presiden pada tahun 2014. Sementara itu, pilpres akan digelar pada tahun 2019,” demikian laporan The Guardian.
Selain itu, The Guardian menjelaskan pula bahwa pemungutan suara di Jakarta merupakan yang paling sengit di Indonesia. Pilgub di ibu kota disebut-sebut sebagai ajang pengujian bagi nilai-nilai Islam moderat dan pluralisme Indonesia.
Sementara situs berita The New York Times mengulas pilkada Jakarta dengan artikel berjudul, “Election in Indonesias Capital Could Test Ethnic and Religious Tolerance”.
“Dalam salah satu kampanye yang paling diperdebatkan dalam sejarah demokrasi yang muda di Indonesia, Basuki Tjahaja Purnama, gubernur Jakarta, sedang berjuang pada dua front: di pengadilan opini publik dan di pengadilan,” demikian kalimat pembuka pada laporan The New York Times.
The New York Times menuliskan, sejumlah analis politik berpendapat bahwa kasus hukum yang sedang dihadapi Ahok merupakan pelanggaran terhadap larangan puluhan tahun untuk menjadikan etnis dan agama sebagai senjata politik–sebuah langkah yang diduga dilakukan oleh lawan Presiden Joko Widodo untuk melemahkan pencalonannya kembali pada pilpres 2019.
Bagaimana pendapat Anda?
[Dita Primera]