Radio Solopos – Sebuah studi baru menunjukkan bahwa minum soda secara rutin dapat memicu pertumbuhan bakteri usus yang dikaitkan dengan risiko depresi.
Ditulis laman Everyday Health, studi yang dipimpin Sharmili Edwin Thanarajah, PhD, seorang peneliti psikiatri di Rumah Sakit Universitas Frankfurt di Jerman menganalisis rincian medis lebih dari 900 orang dewasa Jerman berusia antara 18 dan 65 tahun. Peserta mengisi kuesioner makanan dan juga memberikan sampel tinja sehingga peneliti dapat menganalisis mikrobioma usus mereka.
Para penulis mengamati kebiasaan makan dan komposisi bakteri usus pada sekitar 400 orang yang didiagnosis dengan gangguan depresi mayor, membandingkannya dengan sekitar 500 orang kontrol sehat (orang tanpa gangguan depresi mayor). Sekitar 65 persen dari masing-masing kelompok adalah perempuan.
Hasilnya, yang diterbitkan bulan ini dalam jurnal JAMA Psychiatry, menunjukkan adanya hubungan signifikan antara konsumsi minuman ringan yang dilaporkan sendiri dan diagnosis depresi, serta tingkat keparahan depresi, tetapi hanya di kalangan wanita, bukan pria.
Wanita yang minum soda paling banyak memiliki risiko depresi 17 persen lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak meminumnya secara teratur.
Perempuan yang mengonsumsi lebih banyak soda juga cenderung mengalami gejala depresi yang lebih parah, seperti yang dilaporkan sendiri. Namun, hubungan ini tidak ditemukan pada laki-laki.
Gejala yang lebih parah ini meliputi kesedihan yang mendalam, pikiran untuk bunuh diri, kebencian terhadap diri sendiri, kelelahan parah, dan kesulitan yang signifikan dalam beraktivitas.
“Data kami menunjukkan bahwa hubungan antara minuman ringan dan gejala depresi muncul melalui pengaruh mikrobioma, Temuan kami sejalan dengan semakin banyaknya bukti yang menunjukkan bahwa konsumsi minuman ringan berkaitan dengan kesehatan metabolisme dan mental yang buruk,” kata Thanarajah.
Mengenai mengapa efek ini hanya terjadi pada wanita, Thanarajah dan rekan-rekannya tidak memiliki jawaban yang jelas, tetapi berspekulasi bahwa perbedaan hormonal atau reaksi sistem imun terkait jenis kelamin mungkin berperan.
Dalam penelitian ini, peneliti mengamati bahwa wanita yang rutin minum minuman ringan manis mengalami peningkatan signifikan pada kadar bakteri usus tertentu yang disebut Eggerthella.
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa kelimpahan Eggerthella di usus lebih umum terjadi pada orang dengan depresi. Hasil studi ini memberikan lebih banyak bukti bahwa Eggerthella mungkin merupakan hubungan biologis antara soda dan depresi, menurut penulis studi.
“Gula sederhana yang berlebihan dalam minuman ringan mengganggu mikrobioma usus dengan menumbuhkan bakteri pro-inflamasi, melemahkan integritas lapisan usus, dan mengganggu imunitas mukosa [respons imun yang terjadi pada lapisan dalam usus],” tulis Thanarajah dan rekan penulisnya.
Hennis Tung, RD, ahli diet terdaftar di Hong Kong yang memulai kariernya sebagai ahli diet klinis di New York City, memperingatkan bahwa meskipun para peneliti mengamati efek ini hanya pada wanita, tidak berarti pria dapat mengonsumsi minuman ringan tanpa kemungkinan konsekuensi apa pun.
“Konsumsi [minuman manis] dalam jumlah sedang pun bisa berisiko, terutama jika menggantikan pilihan yang lebih sehat,” kata Tung.
“Faktanya, penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa hanya satu hingga dua porsi minuman ringan setiap hari dapat membahayakan kesehatan, dan efek ini mungkin tidak diimbangi oleh aktivitas fisik. Minuman ringan manis tidak memberikan manfaat apa pun dan kalori kosong, biasanya tidak menawarkan nilai gizi apa pun, ” katanya.
Perubahan pola makan, terutama mengurangi asupan minuman manis, bisa menjadi langkah yang bermanfaat, menurut Tung.
Sumber : Antara