Radio Solopos – Keselarasan batin dan kerelaan untuk berdiskusi dengan masyarakat luas menjadi ciri khas kepemimpinan di Jawa.
Pemimpin yang baik harus peka terhadap situasi serta tidak segan meminta masukan dari masyarakat agar saat memutuskan kebijakan mengandung kebaikan bagi semua.
Pendapat itu disampaikan Ketua DPRD Jateng Sumanto. Sumanto menyebut pola kepemimpinan Jawa tersebut adalah ngolah rasa dan rembukan.
Ia menjelaskan, ngolah rasa adalah mengelola rasa atau menyelaraskan batin sedangkan rembukan berasal dari kata rembug yang artinya musyawarah atau berdiskusi bersama.
Sumanto mengatakan, dalam konteks kepemimpinan, ngolah rasa merupakan kemampuan seorang pemimpin untuk peka terhadap situasi.
Selain itu, perlu memahami perasaan orang lain dan bertindak dengan kebijaksanaan hati.
Pola tersebut mengedepankan kepemimpinan yang tidak reaktif, dan mengedepankan keselarasan batin sebelum mengambil keputusan.
“Dalam memimpin, penting untuk mengambil keputusan secara hati-hati, saling memahami dan tidak saling menyakiti. Orang Jawa ini banyak simbol-simbol yang tidak terus terang, kita harus paham dan peka,” ujarnya seperti dikutip dari rilisnya, Selasa (17/6/2025).
Menurutnya, dalam pola kepemimpinan Jawa tidak boleh menang-menangan dalam mengambil keputusan.
Semua harus saling memberi dan menerima untuk mencapai jalan keluar terbaik.
Ia mencontohkan di DPRD Jateng ada 120 anggota dewan yang berasal dari berbagai partai. Semuanya perlu dijajaki kemauannya dan diajak komunikasi.
“Harus saling memahami bahwa tidak mungkin semua keinginan akan tercapai. Tidak bisa kalau memaksakan kehendak. Jika pun keinginan kita tercapai, yang lain akan merasa kurang. Kalau sudah mentok, ada mekanisme lain di DPRD yaitu voting atau pemungutan suara,” ujar politisi PDIP tersebut.
Sementara itu, pemimpin Jawa juga hendaknya tak memaksakan kehendak dan membuka ruang dialog untuk mencapai mufakat.
Dalam konsep rembukan, Sumanto menekankan untuk mengedepankan kebersamaan dalam pengambilan keputusan, menghargai pendapat orang lain, dan menghindari konflik terbuka.
“Rembukan ini menjadi style kepemimpinan Jawa. Semuanya akan dirembuk dan didiskusikan. Politisi ini kan panggung belakangnya lebih penting. Jika terjadi voting, itu lebih ke panggung depan,” katanya.
Sumanto menekankan, ngolah rasa menjaga agar keputusan yang muncul tidak kaku dan sepihak. Sedangkan rembukan memastikan suara rakyat tetap menjadi dasar tindakan.
Keduanya mengajarkan memimpin tak sekedar memerintah tapi juga mengayomi dan memahami.
Di sela-sela kesibukannya, Sumanto mengaku meluangkan waktu untuk melakukan hobinya yaitu berenang dan bersepeda.
“Kalau sedang jenuh biasanya ngopi atau berolahraga. Saya suka renang dan sepedaan biar pikiran fresh lagi. Bagi saya, orang hidup harus punya kesenangan atau hobi,” paparnya. (*)