Radio Solopos — Ketua DPRD Jateng Sumanto dikenal sebagai sosok yang sangat perhatian dengan kesenian wayang kulit.
Politikus asal Kabupaten Karanganyar itu kerap nanggap wayang kulit.
Tak hanya nanggap wayang kulit, Sumanto mengajak masyarakat lebih memahami cerita dari lakon yang dimainkan.
Ia berkeinginan mementaskan lakon wayang kulit dari awal sampai akhir secara berurutan.
Hadir sebagai narasumber Bincang Santai Wayang Kulit di kediamannya, Desa Suruh, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar, belum lama ini Sumanto mengatakan, selama ini banyak penonton yang tidak tahu cerita yang ada dalam wayang kulit.
Padahal lakon yang dalang mainkan berisi petuah dan bisa menjadi tuntunan dalam kehidupan sehari-hari.
“Banyak yang suka nonton wayang kulit tapi tidak paham ceritanya. Karena itu sebelum pentas dimulai, perlu ada dialog begini untuk menceritakan kisahnya,” ujar politisi PDIP tersebut, seperti dikutip Radio Solopos dari rilisnya, Jumat (8/8/2025).
Hadir dalam diskusi tersebut ASN RRI Surakarta dan konten kreator wayang, Ki Mas Demang Edi Sulistiyono, dan Dalang Ki Mas Demang Sujarwo Joko.
Malam itu pentas wayang kulit membawakan lakon “Sesaji Raja Suya” dengan dalang Ki Thukul Cipta Wardoyo, dan Ki Mas Demang Sujarwo Joko.
Sumanto yang juga mantan Ketua DPRD Karanganyar tersebut mengungkapkan, ada banyak sekali lakon wayang.
Karena itu, ia berkeinginan mementaskan lakon wayang secara berurutan, dari awal sampai akhir.
“Karena ini berjalan terus, bagus jika dipentaskan lakon wayang dari awal sampai akhir, jadi ceritanya urut. Nanti bisa disimulasi oleh para dalang agar ceritanya bisa lebih jelas,” ungkapnya.
Konten Kreator Wayang dan Dalang, Ki Mas Demang Edi Sulistiyono menjelaskan, Lakon “Sesaji Raja Suya” menceritakan tentang sesaji bagi pemimpin besar yaitu Prabu Puntadewa.
Sesaji diberikan untuk memanjatkan doa kepada para leluhur.
Ia sepakat dengan Sumanto agar masyarakat bisa lebih memahami cerita dalam wayang kulit. Terlebih, wayang sudah mendapatkan predikat warisan budaya tak benda yang telah diakui UNESCO.
Pengakuan tersebut diberikan karena wayang bukan hanya sekedar pertunjukan seni tetapi juga mengandung nilai-nilai filosofis, moral, dan identitas budaya Indonesia.
“Pengakuan tersebut bukan karena wayang dan dalangnya, tetapi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,” katanya.
Ia menambahkan, Lakon “Sesaji Raja Suya” sendiri mengandung pesan dunia ini harus dipimpin oleh pemimpin yang baik, bijaksana, dan welas asih ke masyarakat.
Seorang pemimpin juga harus selaras dalam kata dan tindakan.
Edi membenarkan lakon dalam pewayangan ada banyak sekali. Kisah Mahabharata saja terdiri dari 18 bab. Maka ia mengusulkan agar semua lakon tersebut dipentaskan secara berurutan. (ADV*)