Radio Solopos – Pemerintah dan Bank Indonesia senantiasa mengoptimalkan langkah-langkah pengendalian inflasi untuk mendukung ketahanan pangan secara integratif, masif, dan berdampak secara luas di tengah tingginya risiko kenaikan inflasi.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Solo, Dwiyanto Cahyo Sumirat mengatakan penguatan sinergi pengendalian inflasi terutama yang bersumber dari sisi suplai diwujudkan dalam Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) yang bersinergi dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP/TPID).
“Rangkaian kegiatan GNPIP merupakan wujud nyata sinergi antara otoritas baik di tingkat pusat maupun daerah, pelaku industri, serta masyarakat guna mengelola tekanan inflasi dari sisi suplai dan mendorong produksi dalam rangka mendukung ketahanan pangan,” kata Dwiyanto dalam siaran pers yang diterima radio.solopos.com, Kamis (4/7/2024).
Menurut Dwiyanto, salah satu upaya yang dilakukan dalam menjaga stabilitas harga (dari sisi suplai) adalah dengan mendorong kemandirian petani untuk meningkatkan efisiensi biaya dan pemanfaatan teknologi baik pada sisi hulu maupun hilir sehingga dapat meningkatkan produktivitas.
“Salah satu komoditas strategis yang sering menyumbang inflasi dalam kelompok volatile food adalah cabai. Di wilayah Soloraya, menurut data Kabupaten Sragen merupakan produsen cabai merah besar (teropong) terbesar, dengan luas lahan sekitar 502 Ha dengan tingkat produksi sebanyak 3.465 ton,” ujarnya.
Produksi tersebut, lanjutnya, bukan hanya dipasok untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Kabupaten Sragen saja, tetapi juga masyarakat Kota Surakarta. Cabai mayoritas disuplai melalui beberapa pengepul di sekitar lokasi dan disetorkan ke distributor besar di Pasar Bunder Sragen dan Pasar Legi Surakarta.
“Salah satu kelompok petani di Sragen yang memproduksi dan menjadi penyuplai cabai merah besar adalah Gapoktan Guyub Rukun yang berlokasi di Desa Jenggrik, Kecamatan Kedawung,” imbuhnya.
Sejak tahun 2021, Dwiyanto menjelaskan, Gapoktan Guyub Rukun bersinergi dengan Bank Indonesia Solo menjadi klaster mitra binaan yang dipilih berdasarkan proses identifikasi dan analisa menyeluruh oleh Bank Indonesia Solo bersama Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Sragen.
“Beberapa kendala yang dihadapi Gapoktan adalah cuaca yang yang tidak menentu beberapa tahun terakhir. Hal ini menyebabkan budidaya cabai menjadi lebih menantang. Banyak lahan cabai yang kurang optimal dalam berproduksi, bahkan beberapa gagal panen. Kondisi tersebut terbukti menurunkan ketersediaan pasokan dan meningkatkan tekanan inflasi,” paparnya.

Merespons hal tersebut, sejak akhir 2022 Bank Indonesia Solo bersama Gapoktan Guyub Rukun
mengembangkan teknologi budidaya cabai ramah lingkungan menggunakan sungkup (screen net) yang dilengkapi alat penyiraman otomatis (water sprinkler) pada lahan seluas 2.300 m2.
Implementasi teknologi yang telah melewati 2 kali Masa Tanam (MT) telah memberikan manfaat bagi Gapoktan yang besar, antara lain melalui peningkatan produksi karena tanaman tumbuh dengan lebih baik dan tahan terhadap perubahan cuaca ekstrim, penurunan waktu dan biaya tenaga untuk menyirami tanaman serta penggunaan pupuk yang lebih sedikit.
Dengan penggunaan teknologi tersebut, Dwiyanto mengatakan terjadi peningkatan efisiensi
biaya sekitar 30% dan peningkatan laba sekitar 10% dibandingkan sebelum penggunaan teknologi tersebut.
“Di awal Juli 2024 ini Gapoktan Guyub Rukun kembali membuahkan hasil yang sangat baik dengan produksi sebesar 3 ton cabai. Untuk menambah semangat petani dan sebagai bentuk komitmen bersama dalam menjaga inflasi, Bank Indonesia Solo bersama Bupati Sragen, Forkopimda serta jajaran stakeholders di lingkup Kabupaten Sragen menyelenggarakan kegiatan panen cabai bersama di Desa Jenggrik, Kecamatan Kedawung.”
Kegiatan tersebut juga merupakan sinergi Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan
(GNPIP) yang perlu terus diperkuat oleh TPID. Pada kesempatan tersebut Bank Indonesia juga menyerahkan sarana transportasi berupa kendaraan angkut beroda tiga yang dapat dimanfaatkan oleh anggota kelompok khususnya untuk menjual hasil panennya secara kolektif.
Penggunaan transportasi yang lebih efisien dengan konsumsi bahan bakar yang lebih rendah diharapkan semakin mengurangi biaya operasional budidaya cabai.
Kedepan, upaya menghadapi persiapan kemarau panjang yang berpotensi dapat mempengaruhi
ketersediaan pasokan cabai akan terus ditingkatkan. Melalui sinergi dengan seluruh pemangku
kepentingan, diharapkan implementasi penggunaan teknologi tepat guna sesuai dengan kondisi lahan yang didukung juga dengan penerapan pertanian ramah lingkungan dapat diperluas sehingga berdampak pada tingkat inflasi yang terkendali dengan baik.