SoloposFM, Salah satu warung kaki lima yang menjajakan tengkleng di Grogol, Sukoharjo mendadak viral di sosial media. Bukan karena sajian kulinernya yang mendapatkan respons baik, namun karena harga yang dipatok oleh pedagang dinilai kepruk pembeli.
Kabar tersebut sempat viral di sejumlah sosial media yang mengunggah banyaknya review buruk setelah menjajal tengkleng di warung tersebut. Mereka mengeluhkan makanan yang selain harganya tidak masuk akal namun juga lantaran penyajian tidak higienis.
Baca juga : MAPAMNAS PERPAMSI ke-XIV, Dirjen Cipta Karya : Amankan Air Minum!
Kepala Dinas Perdagangan, Koperasi, dan UKM (Disdagkop dan UKM) Sukoharjo, Iwan Setyono, dalam program Dinamika, Kamis (9/12/2021), mengaku kesulitan untuk mengintervensi adanya pedagang yang melakukan praktik “ngepruk” harga ke pembeli. Meskipun begitu, Pemkab Sukoharjo meyakini seleksi sistem pasar akan terjadi apabila praktik tersebut dilakukan oleh pedagang.
Pedagang Harus Cantumkan Harga
Menurut Iwan Pemkab Sukoharjo tidak bisa langsung melangkah lantaran tidak ada aduan. Sehingga, pihaknya memilih untuk memantau terlebih dulu akar permasalahan kabar yang viral di media sosial tersebut.
“Kalaupun harus melangkah juga harus ada laporan dulu, dan sampai saat ini belum ada laporan yang masuk ke kami. Selain itu, masalahnya harus jelas dulu, kalau dituduh menipu pembeli, penipuannya ada di mananya, begitupun juga masalah lainnya,” beber dia.
Baca juga : Penataan Hotel Lawas Kestalan Dinilai Efektif Ubah Stigma Negatif Kawasan
Meskipun begitu, Iwan meyakini pedagang yang melakukan prakti tersebut akan mengalami seleksi pasar. Hal tersebut mengacu hukum ekonomi apabila harga pedagang tidak bisa terjangkau oleh pembeli. Sehingga, cepat atau lambat, praktik dagang tersebut akan sepi pembeli.
“Untuk menumbuhkan kepercayaan dari konsumen atau pelanggan lebih bijak apabila penjual mencantumkan daftar menu dan harganya. Hal ini demi kepuasan pelanggan juga,” pungkas Iwan.
Opini Sobat Solopos
Sobat Solopos dalam program Dinamika, Kamis (9/12/2021), 33% mengaku pernah mengalami kejadian kepruk harga kala jajan. Sementara 67% persen Sobat Solopos lainnya memilih untuk bertanya harganya dulu sebelum membeli.
Berikut sejumlah opini mereka :
“Pernah juga kejadian seperti itu di daerah Prambanan. Ada salah satu Resto yang setelah saya membayar jadi kaget. Ternyata 1 gelas es teh harga nya Rp25rb. Di daftar menu tidak ada harga harga nya. Perkiraan saya masih harga normal, pesannya 4 gelas. Ternyata.. Yaaa cukup satu kali itu saja ke Resto tersebut,” tulis Anto.
“Ini biasa ketika ada moment hari besar perayaan apapun itu. Saat ada pergerakan ekonomi secara masal, akan ada oknum pedagang nakal. Maka harus ada pengawasan dan aturan otoritas Pemda sebagai payung hukum. Agar tidak terjadi kecurangan dan merugikan masyarakat sebagai konsumen,” papar Ahmad Sanusi.
“Buat saya setiap berburu kuliner, apalagi yang baru pertama coba pasti minta daftar harga dan menunya. Setelah mau bayar saya cocokkan kembali dengan harga yang tercantum di daftar menu. Kecuali yang sudah langganan saya tidak perlu lihat daftar harganya paling saat bayar ngecek kembali totalnya bila sama saya bisa meninggalkan warung tersebut,” ungkap Priyanto.
“Kalau baca berita, ibu penjual itu punya 2 anak yang kuliah. Mesthinya, anak-anaknya bisa bantu solusi. Apalagi ortunya tidak bisa baca tulis, ” tulis Sriyatmo.
“Pernah mengalaminya di suatu tempat wisata baru. Harga lemon tea Rp28rb, manggo smotie Rp35rb semua segel plastik. Spot foto Rp20rb perorang meski pakai kamera sendiri. Tapi mungkin pangsa pasar mereka kelas menengh ke atas. Kalau saya ya sekali saja berkunjung, gak bakalan kesana lagi,” papar Maria.
“Pengalaman saya beli Tumpang di wilayah Stabelan, sayuran bayamnya ada binatang pacet lumayan besar yang ikut terebus. Saya sudah memberi tahukan kepada penjualnya sayangnya saya tidak mendengar kata maaf keluar dari pembelinya. Langsung saya tinggalkan dan memang tidak ditagihkan oleh penjualnya. Saran saya kebersihan harus benar-benar menjaga kebersihan sayuran,” ungkap Ninik.
[Diunggah oleh Avrilia Wahyuana]