• Home
  • News
  • Lifestyle
  • Opini
  • Program
  • Video
  • Event
  • Podcast
  • About Us
  • Indeks
Radio Solopos FM
  • Home
  • News
  • Lifestyle
  • Opini
  • Program
  • Video
  • Event
  • Podcast
  • About Us
  • Indeks
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Lifestyle
  • Opini
  • Program
  • Video
  • Event
  • Podcast
  • About Us
  • Indeks
No Result
View All Result
Radio Solopos FM
No Result
View All Result
Home Opini

Menghapus Siklus Kekerasan di Sekolah

Syifaul Arifin

Abu Nadzib by Abu Nadzib
14 July 2025
in Opini
0
0
kekerasan di sekolah

Syifaul Arifin (Istimewa)

Radio Solopos — Kamis (10/7/2025) pagi, suasana di rumah saya sedikit berbeda dari biasanya. Setelah sebulanan saya ”libur” mengantar anak ke sekolah, rutinitas itu kini kembali.

Saya mengantar si bungsu ke sekolah barunya, sebuah SMP swasta di Solo.

Walaupun resmi masuknya Senin depan (14/7/2025), Kamis itu anak-anak datang untuk penjelasan persiapan.

Perjalanan dari Colomadu ke Solo, sekitar 30 menitan naik motor, jadi ajang ngobrol kami.

”Yah, aku takut,” katanya, setengah berteriak agar terdengar di balik helm.

”Takut kenapa, Dik?”

”Kalau aku enggak sekelas teman SD dulu gimana?” Rupanya, ia berharap bisa sekelas dengan sahabatnya dari SD yang kebetulan juga masuk SMP yang sama.

Ada kecemasan di raut wajahnya, memikirkan berbagai kemungkinan ”jangan-jangan” yang membuatnya gelisah. Saya berusaha menenangkannya.

”Jangan khawatir, Nak. Guru-gu­runya baik kok. Kalau ada apa-apa, bilang saja ke gurunya.”

Kekhawatiran seperti ini sangat wajar. Orang dewasa pun sering mengalaminya saat menghadapi hal baru, yang disebut neophobia. Rasanya campur aduk: jantung berdebar, keringat dingin, perut mulas, dan keinginan kuat untuk meng­hindari situasi baru itu. Saya yakin banyak orang dewasa dan anak-anak yang mengalami hal serupa.

Anak-anak bisa sangat stres saat masuk sekolah baru. Mereka khawatir bagaimana nanti berteman, takut tidak diterima, atau bahkan yang paling mengerikan: takut menjadi korban bullying atau perundungan.

Kenapa khawatir dengan sekolah? Pertanyaan ini meng­usik banyak dari kita.

Harus diakui, sekolah, yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan nyaman bagi anak-anak, seringkali justru menjadi arena terjadinya ”tiga dosa besar pendidikan” yang diakui Mendikbud Nadiem An­war Makarim pada 2022: perun­dungan (bullying), intoleransi, dan kekerasan seksual.

Data dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) sungguh mencengangkan. Pada 2024, KPAI menerima 2.057 pengaduan terkait anak, dengan 240 kasus di antaranya adalah korban kekerasan fisik dan psikis.

Yang lebih memprihatinkan, pada 2024, KPAI menyebut 35% kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan satuan pendidikan.

Bahkan, dari 46 kasus anak mengakhiri hidup, 48% terjadi saat mereka masih berseragam sekolah!

Di Soloraya sendiri, kita punya catatan kelam. Ingat kasus santri 13 tahun di sebuah pondok pesantren di Grogol, Sukoharjo, yang meninggal dunia akibat kekerasan seniornya pada 2024?

Pada April 2025, puluhan siswa setingkat SD di Grogol, Sukoharjo, menjadi korban pelecehan seksual oleh gurunya. Ya Tuhan, rasanya sedih sekali mendengar beri­ta-berita seperti ini.

Saya sempat satu forum bersama Diyah Puspitarini, anggota KPAI, beberapa bulan lalu. Diyah menjelaskan ada siklus kekerasan di sekolah berdasarkan data kasus yang terjadi.

Pada Januari-Maret, biasanya tren yang terjadi adalah anak mengakhiri hidup, tawuran anak, dan bullying.

Lalu April-Mei, kasus yang sering terjadi adalah tawuran atau kejahatan jalanan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) anak.

Pada Juni-Agustus, tren kasusnya anak dibunuh orang tua atau keluarga dekat, tawuran, dan bullying. Sedangkan pada September-Oktober, sering terjadi kekerasan di satuan pendidikan dan anak mengakhiri hidup.

Pada November-Desember, kasus yang paling banyak adalah bullying, KDRT anak, dan anak mengakhiri hidup.

Diyah mengatakan kekerasan di sekolah seringkali meningkat setelah masa MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah). Mengapa?

Setelah MPLS, ada pembedaan antara ”junior” (siswa baru) dan ”senior”. Di sinilah potensi kekerasan sering muncul, dengan junior menjadi korban utama.

Ini biasanya terjadi pada September-Oktober. Potensi kekerasan ini sangat besar di berbagai jenis sekolah, mulai dari sekolah umum hingga pondok pesantren.

Belum lagi, bibit intoleransi juga bisa tumbuh di sana, membuat anak-anak tidak bisa menerima perbedaan suku, agama, ras, hobi, bahkan ekonomi.

Melihat semua fakta ini, sebagai orang tua, kita tentu cemas. Namun, kekhawatiran saja tidak cukup. Orang tua, pihak sekolah, dan pemerintah wajib bersama-sama mewaspadai dan menindak tegas setiap bentuk kekerasan.

Di Solo, ada inisiatif yang patut diapresiasi. Badan Keselamatan Bang­sa dan Politik (Bakesbang­pol) menggandeng berbagai organi­sasi masyarakat sipil (OMS) untuk turut mengisi kegiatan MPLS di sekolah-sekolah.

OMS yang terlibat adalah Solopos Institute, Mafindo, PeaceGen, Yayasan Ka­kak, Forum Kerukunan Umat Ber­agama (FKUB), Gema FKUB, Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU), Forum Anak Surakarta, Gusdurian, GP Ansor, dan IPPNU.

Mereka masuk ke sekolah untuk mengedukasi dan memerangi tiga dosa besar pendidikan.

Harapannya, MPLS bukan hanya ajang perkenalan, tapi juga pintu masuk untuk menciptakan ling­kungan belajar yang aman, nyaman, dan bebas dari kekerasan.

Tags: bullyingsekolah barusyifaul arifinkasus perundunganteman barukekerasan anak
Previous Post

Beternak Ayam Bisa Naikkan Taraf Hidup Masyarakat, Begini Kata Ketua DPRD Jateng Sumanto

Next Post

Stroke Selalu Mengancam, Hindari 7 Kebiasaan Buruk Ini

Next Post
penyakit stroke

Stroke Selalu Mengancam, Hindari 7 Kebiasaan Buruk Ini

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No Result
View All Result

Berita Terbaru

  • Merawat Wajah Tak Selalu Butuh Skincare Bermerek, Ikuti Tips Ini
  • Ketua DPRD Jateng Cicipi Mangut Beong, Kuliner Favorit di Kabupaten Magelang
  • Potensi Ikan Air Tawar Tinggi, Pemerintah Diminta Beri Perhatian Lebih ke Magelang
  • UNS Pengabdian di Desa Plesan, Bimbing Peternak tentang Inovasi Pakan dan Produk Susu Berkualitas Tinggi
  • Sumanto Ajak Petani Tawangmangu Giatkan Ekspor Tanaman Hias ke Luar Negeri

Category

  • Lifestyle
  • Opini
  • News
  • Program
  • Event
  • Podcast
  • Galery Foto

Site Links

  • Log in
  • Entries feed
  • Comments feed
  • WordPress.org
  • About Us
  • Pedoman Media Siber
  • Privacy Policy
  • Contact

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Home
  • News
  • Lifestyle
  • Opini
  • Program
  • Video
  • Event
  • Podcast
  • About Us
  • Indeks

© 2025 JNews - Premium WordPress news & magazine theme by Jegtheme.